Langsung ke konten utama

Semu


Pernah merasa terasing? Bukan karena kamu berada di lingkungan yang baru saja kamu temui atau bahkan tidak kamu kenal sama sekali, bukan. Justru pada lingkungan, tempat dimana sehari-hari kamu berada.

Kadang aku merasa dunia ini berputar demikian cepatnya. Begitu cepat dan juga kejam. Melihat orang-orang sekitar, bak ajang lari. Meninggalkan mereka yang ‘tersengal-sengal’, tak punya nafas lagi untuk berlari, kemudian lama-lama berjalan dan akhirnya berhenti. Atau bahkan meninggalkan mereka yang sedari awal tak punya daya berlari. Kejam.

Bukannya berlari itu melelahkan? Kenapa tak berjalan saja? Kenapa tak mencoba berhenti sejenak? Lihat ke depan. Buram. Kabut. Membahayakan. Mungkin saja sandungan yang membuat jatuh. tembok besar yang siap menghantam. Atau bahkan jurang lebar yang mengancam. Bukannya itu pertanda salah tujuan? Cepat, kembali ke lintasan! Tapi, dimana perhentian?

Lelah. Apa mungkin aku juga demikian? Tak punya waktu berhenti, hingga merasa bahwa dunia ini begini, padahal aku sendiri yang terus belari. Tak kenal henti. Hingga sekarang? Seperti mau mati. Kocar-kacir sana sini. Jangan-jangan benar. Ah…menyedihkan.

***
Terbersit pertanyaan, “Untuk apa semua ini?”

Sayup-sayup terngiang dalam ingatan, suara ibu membangunkan.
“Le, ayo tahajud le...”


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harapan dan Penyesalan

Rasanya aku sudah terlalu akrab dengan apa yang kita sebut sebagai "penyesalan". Sampai-sampai aku sudah tidak bisa lagi memunculkan harapan, hanya karena takut menyesal. Iya. Harapan. Sebelumnya aku berpikir, bahwa sumber dari penyesalan adalah harapan. Maka kalau tidak mau menyesal ya jangan berharap. Sampai akhirnya, aku baru menyadari. Bahwa tidak berharap, justru membuatku tetap menyesal pada akhirnya. Bahkan penyesalannya lebih besar. Bagaimana bisa? Aku coba kenali kembali seluruh skenario penyesalan yang pernah terjadi di dalam hidupku sampai detik ini. Skenario terbanyak mungkin seperti ini : ketika aku menginginkan suatu hal, tapi kenyataannya aku tidak pernah melakukan sedikit pun usaha untuk itu. Seknario lain : ketika aku memiliki keinginan, kemudian aku melakukan, tapi nyatanya apa yang aku lakukan adalah salah atau kurang tepat. Sehingga hasil yang aku peroleh tak sesuai dengan harapan. Dua skenario penyesalan tersebut yang aku rasa ada dalam kehi...

Yang Terbaik

Manusia hidup dengan keinginan. Mereka mempersiapkan segala sesuatu demi mewujudkan apa yang menjadi cita-cita mereka. Sebagian mendapatkan, sebagian tidak. Sebagian merasa gembira dengan perolehannya. Sebagian tidak. Merasa sedih dengan kegagalannya. Manusia memang dituntut untuk menyempurnakan usaha. Karena dengan begitu, kita bisa menjemput takdir Tuhan untuk kita. Genapkan usaha. Kemudian berserah. Rahasia terbesarnya ialah, apa yang menurut kita baik dalam pandangan kacamata manusia, ternyata belum tentu sejatinya baik. Sebaliknya, apa yang buruk menurut manusia, belum tentu sejatinya buruk.  Percayalah. Dengan begitu, semua yang kita hadapi dalam kehidupan ini, akan menjadi bentuk syukur kita kepadaNya. Tidak patut terlalu bergembira atas pemberian dariNya, juga tidak akan bersedih tentang apa yang luput dari keinginan kita. "Aku menjadi paham jika prasangkaku hanya sekedar prasangka. Tidak lebih. Dan kini kutemui, apa-apa yang terbaik itu tidak pernah ada da...