Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2014
“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan Semesta Alam. Tiada sekutu bagiNya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah." (QS. Al An’am: 162-163)

Hujan.

Hujan. Rintik air. Gemericik. Guntur. Awan. Aku suka dengan hujan. Bagiku, hujan itu menyimpan keindahan. Kita berbicara tentang hujan. Tentang sesuatu yang semenjak dulunya membasahi bumi. Kita berbicara tentang sesuatu yang menjadi saksi bisu bumi ini. Entah sudah berapa kali aku melihat hujan. Entah berapa lama waktu yang aku habiskan dengan hujan. Hujan dulu. Hujan saat ini. Samakah? Bagiku, hujan itu menyimpan keindahan. Aku terheran, bagaimana bisa ketika hujan datang, justru orang kecewa dan menyalahkan hujan. Mana yang salah? Apakah salah ketika tanah yang kering ini menginginkan hujan? Apakah salah ketika pepohonan yang dimakan layu ini meminta hujan? Salahkan ketika hewan-hewan di daratan meneguk air hujan untuk membasahi mulutnya? Janganlah seperti itu. Jangan kita berpikiran sempit. Padahal dengan hujanlah, bumi ini tumbuh. Kita saja yang tidak tahu. Saat hujan, pepohonan dan rumput ilalang menyambut gembira, memanjangkan akar-akarnya sehingga dap

Sadar (kah) ?

Pernah merasa berutang budi kepada seseorang? Pernah merasa mendapatkan pertolongan dari seseorang di saat genting?   Sehingga kamu merasa bahwa kamu memiliki utang budi kepadanya? Mungkin kamu pernah merasakannya. Dalam sebuah usaha kerasmu, kamu terhenti karena suatu hal. Kamu merasa khawatir dengan hal itu. Kamu merasa tidak ada yang bisa dan mau membantu. Hampir saja kamu berputus asa. Hingga tiba suatu saat, ada seseorang yang tidak kamu duga sama sekali, menawarkan sebuah pertolongan. Kamu merasa terbantu sekali dengannya. Dan setelah itu kamu merasa berutang budi kepadanya. Sehingga, tanpa dia meminta pertolongan pun, bisa-bisa kamu menawarkan berbagai hal yang kamu punya. Sejatinya, ada lagi ‘kepada’ siapa kita harusnya merasa ‘berutang budi’. Atas segala yang kita miliki saat ini. Sebuah Dzat yang sangat mempengaruhi kehidupan kita, hanya saja sering kali kita tidak (mau) menyadarinya. Di saat usaha keras kita, Dia mungkin ‘tersenyum’ melihat usaha kita. Dan di

Tentang Mimpi

Ketika kamu berbicara tentang mimpi, kamu akan menemui sejuta definsi.    Mimpi… apa sih itu mimpi? Sebagian orang yang menerima pertanyaan ini, mungkin akan terdiam. Terdiam karena tidak mengerti. Sebagian lagi juga terdiam, bukan karena tidak mengerti, mungkin karena ia sulit membahasakan. Mungkin ada lagi sebagian sisanya mampu membahasakan dengan berjuta jawaban, bahkan mungkin ada sisi yang unik dan berbeda dari jawaban – jawaban tersebut.             Mengapa berbeda?             Inilah yang menarik tentang mimpi. Seandainya saja, mimpi itu terdefinisikan dengan suatu pakem tertentu, mungkin bukan lagi menjadi hal yang menarik. Mimpi itu abstrak. Mungkin lebih tepat seperti itu menggambarkannya (bukan mendefinisikan). Karena ia terlahir dengan sejuta kondisi kemungkinan. Abstrak bukan? Dimanakah letak mimpi? Tentang mimpi, itu bukan apa-apa yang ada dalam genggamanmu, bukan dalam pijakan kakimu, atau mungkin dompetmu, tetapi mimpi itu hidup dalam pikiran

Dunia Ke-3 - Konferensi Para Pahlawan

Malam yang hebat. Siapa yang bisa mengira kejadiannya akan seperti ini. Mulanya semua terasa baik – baik saja. Negeri angin, negeri tanah, dan negeri air dapat hidup bersama dengan harmonis. Tetapi semua berubah ketika negara api menyerang. Saat itu Doraemon, Nobita dan temannya sedang berpetualang di negeri Angin. Tentu mereka tidak bisa terima dengan apa yang dilakukan negeri api terhadap negeri angin. Mereka tergerak untuk membantu Avatar melawan negeri api dan menyatukan empat elemen di dunia. Memang tidaklah mudah melawan negeri api, apalagi saat ini mereka dibantu oleh Magneto. Wolfrein saja sudah mati-matian untuk bertahan hidup, apalagi untuk menyelamatkan dunia seorang diri. Mereka sadar bahwa meraka harus bersatu. Tidaklah bisa mereka terpecah-pecah seperti ini untuk menaklukan semua kejahatan di dunia. Doraemon berinisiatif untuk mengadakan Konferensi Pahlawan Dunia. Dengan ‘pintu kemana saja’, tentu hal ini mudah sekali terwujud.   Saat itu, aku ditunjuk untuk memimpin

Menemukan(mu)

Pagi kala itu, terasa tidak seperti biasa. Engkau berdiri di sudut koridor dengan gamis merahmu. Memanggul tas dengan caramu. Bercengkerama dengan teman-temanmu. Aku tak mengenalmu. Tapi aku menemukanmu.  Di ujung koridor, aku diam-diam memerhatikanmu. Tanpa tahu pasti pembicaraanmu, engkau mengakhirinya dan berpisah dengan teman-temanmu. Mengucapkan salam. Ah, begitu indah mendengarnya. Tidak kusangka, kau berjalan tepat ke arah dimana aku berdiri terdiam memerhatikanmu. Tak ayal, aku pun tertunduk, tersipu malu. Kuberanikan diri untuk berjalan ke arahmu. Kulihat wajahmu. Tapi kamu tertunduk, mencoba menjaga pandanganmu. Aku pun sontak teringat. Ah, kamu benar-benar mengingatkanku akan itu.    Di pagi yang lain, aku menemukanmu. Kebiasaanku pagi kala itu sedikit terganggu. Tidak seperti biasa aku harus membaca satu lembar buku berulang-ulang untuk sekadar sedikit memahami. Itu semua karena aku menemukanmu. Kata demi kata. Kalimat demi kalimat. Aku menemukanmu di sudut pem