Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2017

Apa Kabar?

Hai. Apa kabar dirimu? Sebuah kalimat tanya yang selalu berakhir dalam hati. Rasanya tidak mungkin untuk mengutarakannya dalam ucap. Mungkin malu. Bahkan lebih mungkin hanya akan membuat kita sama-sama tertawa geli mendengarnya. Aneh. Tapi ingin tau. Apa kabar dirimu? Lama tak bertemu. Aku selalu menantikan perjumpaan. Bila nanti datang kesempatan, sedikit-sedikit kucari obrolan. Meski kadang tak penting, mungkin bagimu. Tapi mendengar suaramu, sudah memberi sedikit kabar tentangmu hari itu. Tak cukup, sesekali rasanya perlu untuk mencuri pandang, mengamatimu dari kejauhan. Melihat gerak-gerikmu, mencari celah, jikalau saja dirimu membutuhkan bantuan seseorang, tapi naas, kaki ini selalu tak beranjak dari pijakan. Apa kabar dirimu? Bagaimana hari-harimu? Apa menyenangkan? Aku selalu menanti tulisanmu. Karena itu adalah caraku untuk mengetahui semua tentangmu. Apa yang kamu rasakan, apa yang kamu pikirkan, keluhkan, semua tentangmu. Kalau tidak dari situ, lalu dari mana

Energi Harapan

Surakarta, 11 Januari 2015             Beberapa hari yang lalu, seorang guru mengingatkanku tentang pentingnya ‘harapan’ . Ceritanya bermula saat memasuki kuliah seperti biasanya. Kuliah dimulai, sang dosen pun mulai menerangkan pelajaran. Saat itu, seperti biasa pula, aku tau bahwa tidak semua mahasiswa saat itu benar-benar memperhatikan apa yang disampaikan. Mungkin hanya sebagian kecil yang benar-benar memperhatikan. Itu pun mereka yang posisi tempat duduknya paling depan dan paling dekat dengan tempat sang dosen berdiri.             Waktu berjalan. Saat menerangkan pelajaran ini dan itu, sesekali sang dosen menanyakan beberapa pertanyaan kepada kami. Mungkin yang mencengangkan baginya adalah saat beliau bertanya, tidak satupun mahasiswa ada yang menjawab. Awal pertanyaannya terkait dengan pelajaran. Satu dua pertanyaan. Tapi kemudian, karena mungkin beliau sedikit kecewa dengan kami yang saat itu tidak ada sama sekali yang menjawab pertanyaan. Bukan kami tidak bisa. Tetapi k

Wanita Beruntung

Kau tau siapa wanita paling beruntung di dunia ini? Itu adalah kamu. Tapi jika kamu mau bersamaku. *** Aku bukan lelaki yang kaya atau tajir seperti yang lainnya. Menyesal? Jangan salah. Aku percaya, soal rezeki sudah ada yang mengatur. Apa yang sudah ditakdirkan menjadi bagianku, sekecilpun itu tak akan berpindah. Tugasku hanya bekerja keras, seperti yang kulakukan sekarang. Keras dalam usaha, keras dalam berdoa. Toh kamu tau kan, kalau kekayaan itu bukan cuma soal harta. Dan siapa bilang orang kaya materi selalu bahagia? Aku mungkin lelaki yang konyol, sering ngebanyol seperti yang kamu tau tentang aku. Meremehkanku? Jangan salah. Aku juga bisa serius. Cuma perlu saat yang tepat. Kamu saja yang tidak melihatku di saat yang tepat. Aku beri tau ya, dunia ini ‘gak asik’ kalau terlalu serius. Bukannya kamu ingin lebih awet muda? Aku bukan lelaki tampan seperti lainnya. Menghinaku? Terserah. Siapa bilang aku tak bisa tampan? Mudah saja. Hanya butuh salon dan baju necis

Akad (Payung Teduh)

Betapa bahagianya hatiku saatku duduk berdua denganmu Berjalan bersamamu Menarilah denganku Namun bila hari ini adalah yang terakhir Namun ku tetap bahagia Selalu kusyukuri, begitulah adanya Namun bila kau ingin sendiri, cepat cepatlah sampaikan kepadaku Agar ku tak berharap dan buat kau bersedih Bila nanti saatnya t'lah tiba, kuingin kau menjadi istriku Berjalan bersamamu dalam terik dan hujan Berlarian kesana-kemari dan tertawa Namun bila saat berpisah t'lah tiba Izinkanku menjaga dirimu Berdua menikmati pelukan diujung waktu Sudilah kau temani diriku Sudilah kau menjadi temanku Sudilah kau menjadi istriku…

Terima Kasih

Terima kasih, telah mengajarkanku untuk ‘lebih’ mempercayai Tuhan. Benar-benar menyerahkan seluruhnya atas kehendak-Nya, termasuk dalam hal memilikimu. Terima kasih, telah menyadarkanku akan cinta matahari kepada bumi. Mendekatimu hanya akan ‘membunuh’ kita bersama. Terjerembab dalam kesalahan yang mungkin akan kita sesali di masa depan. Kesalahan yang sama, karena kita tahu, kita pernah sama-sama melakukannya. Jika cinta menyaratkan perjuangan dan pengorbanan, batas yang bisa aku lakukan untukmu saat ini, hanyalah mendoakan. Menyebut namamu dalam sujud panjangku. Bermunajat atas doa yang kuharap. Benar bukan? Cuma itu saja kan yang bisa kulakukan? Maka yakinkanlah aku. Terima kasih. Jika cinta membutuhkan keikhlasan, ajari aku, bagaimana melepasmu untuk orang lain. Satu hal terpahit yang tidak bisa tidak terpikirkan dalam benakku. Karena rasanya, pencarianku telah berhenti. Tepat pada dirimu. Maka, ajari aku. Bagaimana beradu dengan perasaan dan waktu.  Terima

Perjalanan Rasa

Ada hal yang berbeda. Tak biasa. Saat itu juga, bermula perjalanan rasa. Siapa yang mengira, dengan mengenalmu, mampu memunculkan rasa. Mungkin suka. Jika dengan itu, jelas mengapa jantung terpacu saat bertemu. Mungkin juga cinta. Jika dengannya, menjadi alasan untuk berani berkorban. Ataukah semata nafsu? Hanya memberi belenggu, sementara waktu. Namun, bagaimana bisa hati ini rindu? Bahkan untuk sekian waktu. Sebut sajalah, karena dirimu. Tempat berangkat rasa yang mengikat. *** Karena dirimu, bagiku adalah perlawanan. Mengatakan mungkin akan mengacaukan keadaan. Tak ada pilihan, kecuali memendam perasaan. Membiarkannya mengalir bak air gunung yang menghilir. Laut jadi tujuan, kemarau menjadi ancaman. Karena dirimu, bagiku adalah persiapan. Tak bisa asal-asalan. Karena aku tahu, Ayahmu butuh dasar untuk mengiyakan. Dan Ibumu butuh akhlak jernih nan murni untuk merestui. Persoalan ini tidak mudah. Melelahkan, tapi bukankah putri kerajaan ditakdirkan unt