Langsung ke konten utama

Lelaki Sejati


Tunggu tanggal mainnya!
Kau tahu, ibarat bom waktu, ia hanya butuh ‘cukup waktu’ untuk ‘meledak’. Terlalu dini mungkin akan menciderai. Terlalu lama mungkin tidak akan jadi senjata. Dan kehadiranmu… bak ‘pemantik’ jelita. Hingga nanti meledaklah semua. Oh sungguh bahagia.

Kehadiranmu mampu merubah semua.
Lelaki yang dulunya alpa, dipandang sebelah mata.
Kini sempurna, bagaikan raja.

***
Perasaan ingin melindungi. Melindungi mereka yang dicintai sepenuh hati. Tak ingin melihat orang kesayangannya tersakiti. Maka, apapun akan dijalani. Meski harus berjaga diri, semenjak dini hingga gelapnya hari.

Perasaan ingin memimpin. Memberikan arahan dan haluan. Mempersiapkan kompas kehidupan. Memenuhi visi dan misi perjalanan. Maka, semua akan dipersiapkan. Meski harus kelelahan, agar kelak tak salah tujuan.

Perasaan ingin memberi. Tak perlu diminta. Tersebab rasa, mudah ia beri segala. Apa-apa saja yang dipunya, ia beri cuma-cuma. Maka, semua akan dicari, tanpa menutut kembali. Meski harus kesana-kemari, demi sesuatu yang abadi.

Seketika hadir pada diri seorang lelaki, saat ia temukan yang sejati.
Kebahagiannya tak lagi pada diri sendiri. Kesedihannya tak lagi karena pribadi.
Maka, burai senyumnya, gelak canda dan tawanya, hingga linang air matanya, akan terbagi, kepada ia yang sejati, penyebab semua ini.

***
Akan tiba saatnya bagimu, ketika kamu melihat seorang lelaki berkemeja rapi. Berjalan dengan berani melangkahkan kaki. Mengetuk pintu tanpa ragu. Memberi salam memecah kediaaman. Setelah itu? Kau tahu kan, pekerjaan lelaki sejati. Tak perlu banyak janji, tapi ia datang memberi bukti.

 Seketika hadir pada diri seorang lelaki, saat ia temukan yang sejati. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Rasa

Ada hal yang berbeda. Tak biasa. Saat itu juga, bermula perjalanan rasa. Siapa yang mengira, dengan mengenalmu, mampu memunculkan rasa. Mungkin suka. Jika dengan itu, jelas mengapa jantung terpacu saat bertemu. Mungkin juga cinta. Jika dengannya, menjadi alasan untuk berani berkorban. Ataukah semata nafsu? Hanya memberi belenggu, sementara waktu. Namun, bagaimana bisa hati ini rindu? Bahkan untuk sekian waktu. Sebut sajalah, karena dirimu. Tempat berangkat rasa yang mengikat. *** Karena dirimu, bagiku adalah perlawanan. Mengatakan mungkin akan mengacaukan keadaan. Tak ada pilihan, kecuali memendam perasaan. Membiarkannya mengalir bak air gunung yang menghilir. Laut jadi tujuan, kemarau menjadi ancaman. Karena dirimu, bagiku adalah persiapan. Tak bisa asal-asalan. Karena aku tahu, Ayahmu butuh dasar untuk mengiyakan. Dan Ibumu butuh akhlak jernih nan murni untuk merestui. Persoalan ini tidak mudah. Melelahkan, tapi bukankah putri kerajaan ditakdirkan unt...

Harapan dan Penyesalan

Rasanya aku sudah terlalu akrab dengan apa yang kita sebut sebagai "penyesalan". Sampai-sampai aku sudah tidak bisa lagi memunculkan harapan, hanya karena takut menyesal. Iya. Harapan. Sebelumnya aku berpikir, bahwa sumber dari penyesalan adalah harapan. Maka kalau tidak mau menyesal ya jangan berharap. Sampai akhirnya, aku baru menyadari. Bahwa tidak berharap, justru membuatku tetap menyesal pada akhirnya. Bahkan penyesalannya lebih besar. Bagaimana bisa? Aku coba kenali kembali seluruh skenario penyesalan yang pernah terjadi di dalam hidupku sampai detik ini. Skenario terbanyak mungkin seperti ini : ketika aku menginginkan suatu hal, tapi kenyataannya aku tidak pernah melakukan sedikit pun usaha untuk itu. Seknario lain : ketika aku memiliki keinginan, kemudian aku melakukan, tapi nyatanya apa yang aku lakukan adalah salah atau kurang tepat. Sehingga hasil yang aku peroleh tak sesuai dengan harapan. Dua skenario penyesalan tersebut yang aku rasa ada dalam kehi...

A Hope

Jika keyakinan adanya kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini terpatri, sungguh tidak akan ada ruang bagi kita untuk berhenti berharap Pernah mendengar suatu kisah tentang empat lilin? Mungkin kisah ini udah familiar sekali. Dalam suatu ruangan sunyi, ada empat buah lilin yang menyala, namun perlahan, sedikit demi sedikit habis meleleh. Karena begitu sunyinya, terdengarlah percakapan antara mereka. Lilin yang pertama berkata “Aku adalah DAMAI.” “Namun manusia tak lagi mampu menjagaku, maka lebih baik aku mematikan saja diriku..”. Demikian, sedikit demi sedikit sang lilin pun padam. Tersisalah tiga lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang kedua, “Aku adalah IMAN.” “Namun sayang, manusia tak mau mengenaliku.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya. Tersisalah dua lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang ketiga, “Aku adalah CINTA.” “Tak mampu lagi aku tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapk...