Langsung ke konten utama

Surat untuk Kakak


Aku ingat, saat aku sibuk bermain robot di teras rumah, tiba-tiba kakak menepuk dahiku. Kakak bilang kepadaku untuk tidak lupa bersedekah. Padahal kakak tau sendiri kan, kalau aku suka sekali mainan, apalagi robot-robotan. Jadi, uang jajanku mungkin sudah habis untuk membeli itu kak. Belum lagi jatah untuk jajan makanan, ya pastilah habis. Tapi kakak terus saja menasihatiku agar menyisihkan sebagian uang untuk disedekahkan. Aku tanya kenapa, kakak bilang, itu biar Allah cinta sama kita.

Kakak bilang kepadaku, untuk tidak terlambat sholat. Kakak tau tentang kebiasaanku keluar rumah sore hari, bersama teman bermain bola di lapangan. Sebelum itu, aku tidak absen melihat kartun ninja di tivi. Sehingga, sampai-sampai setelah melihat tivi dan bermain bola, aku lupa untuk sholat. Kakak pernah mencubitku karena itu. Sakit sekali. Sungguh. Kakak bilang, itu semua biar aku sadar pentingnya sholat. Aku ingin balas cubit, tapi kakak bilang, “Apa kamu gak mau.. Allah cinta sama kita?”

Hmmh.. kakak tahu juga kan.. kalo aku sudah berusaha berubah nurutin apa yang kakak bilang. Tapi kenapa kakak malah pergi? Ayah, Ibu, menangis kak.. Kakak tahu kan? Kakak juga pernah bilang kepadaku, kalo jadi anak itu harus berbakti kepada orang tua, jangan bikin orang tua nangis. Tapi, sekarang kenapa kakak bikin Ayah dan Ibu menangis? Ahh…kakak sulit dipahami.

Tapi, saat aku melihat foto kakak, aku teringat kembali, apa yang juga pernah kakak bilang kepadaku. Kakak bilang, kalau kita di dunia ini hanya sementara. Kemudian kakak berbincang tentang sesuatu yang aku sendiri belum paham tentang itu; kematian dan surga. Tentang fase dimana manusia pasti akan mengalami. Tentang tempat yang manusia tidak sampai akal untuk membayangkan keindahannya. Kakak bilang, ingin sekali pergi ke surga. Kakak bilang, surga itu di akhirat sana, dan itu punya Allah. Kakak cinta sama Allah, dan Allah punya surga. Apa sekarang kakak ada di surga?

Aku mencintaimu kak… begitu pula ayah dan ibu…

Tapi aku tahu juga, kalau kakak jauh lebih mencintai Allah, daripada yang lain. Dan seperti yang kakak bilang, Allah pasti mencintai hamba-Nya.. iya kan kak? Mungkin karena itu, Allah ingin kakak cepat ke surga.. Aku ingin sepertimu kak, menyusulmu. Pergi ke surga. Mulai sekarang aku tidak lupa untuk sholat, bersedekah, dan selalu berbakti kepada orang tua. Semua itu biar Allah cinta sama kita, iya kan kak? Kalau gitu, tunggu aku di sana ya kak..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Hope

Jika keyakinan adanya kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini terpatri, sungguh tidak akan ada ruang bagi kita untuk berhenti berharap Pernah mendengar suatu kisah tentang empat lilin? Mungkin kisah ini udah familiar sekali. Dalam suatu ruangan sunyi, ada empat buah lilin yang menyala, namun perlahan, sedikit demi sedikit habis meleleh. Karena begitu sunyinya, terdengarlah percakapan antara mereka. Lilin yang pertama berkata “Aku adalah DAMAI.” “Namun manusia tak lagi mampu menjagaku, maka lebih baik aku mematikan saja diriku..”. Demikian, sedikit demi sedikit sang lilin pun padam. Tersisalah tiga lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang kedua, “Aku adalah IMAN.” “Namun sayang, manusia tak mau mengenaliku.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya. Tersisalah dua lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang ketiga, “Aku adalah CINTA.” “Tak mampu lagi aku tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapk...

Tanam dan Tuai

Apa yang kamu tanam, itulah yang kamu tuai.                           Pepatah tua telah mengajarkan kita akan pelajaran kehidupan.   Ibaratnya seorang petani yang menanam padi, tentu akan menuai padi pada akhirnya. Tidak mungkin menuai mangga, jambu ataupun yang lain. Kebaikan dan keburukan pun berlaku seperti itu.             Seorang pernah berujar, bahwa dunia ini tidak adil. Mengapa? Ia mengatakan, orang-orang baik, yang memiliki akhlak yang bagus, mulia dan terpuji justru tidak merasakan kebaikan yang ditanamnya. Ia berpandangan begitu dengan melihat orang-orang miskin di sekitarnya. Lantas dibandingkan dengan orang-orang kaya raya, justru merasakan kebaikan dunia ini dengan kemewahannya, padahal mereka sendiri memiliki akhlak yang buruk, eogis, lupa sholat, dan lainnya. Lalu? Bagaimana dengan konsep...

Harga Sebuah Senyuman

Selalu ada hal-hal kecil yang begitu berharga, namun tak ternilai dengan harta. *** Senyuman itu tak berbiaya. Tetapi manfaatnya luar biasa. Memperkaya yang menerima. Tak memiskikankan pemberinya. Saat ini, jadilah aku pekerja, mencari cara untuk meminta senyuman berharga. Teristimewa dari orang-orang sekitar. Menghapus lara serta duka yang melingkar. Menyingkirkan kusut yang memberingsut. Sirna lelah karena masalah. Favorit! Hal itu akan menjadi pekerjaan kesukaanku nantinya. Bagaimana berupaya untuk membuatnya tersenyum. Lepas. Bahagia. Cantik. Orang bilang sebagai senyuman, senyuman yang begitu menenangkan. Memberikan kehangatan meski lisan tak terucapkan. Kelak nanti dalam sejarah cerita, senyuman itu akan selalu mengingatkan, bahwa di baliknya ada perjuangan berharga yang tidak ternilaikan, ada perasaan suci yang berusaha dijaga murni, sebaik-baiknya, selama-lamanya. Senyuman itu. Kelak, harus kujaga. Setiap terangnya hingga gelapnya. Bangunnya dan juga tidu...