Langsung ke konten utama

Perpindahan : Dari & Ke


Hidup tak ayal  adalah mengenai  perpindahan. Ia bermula dari titik bernama ‘dari’ dan melekat padanya titik ‘ke’.

Dimensi perpindahan meliputi ruang dan waktu.
Pada dimensi ruang, perpindahan akan menuntut untuk berganti ‘tempat’. Ilmu Fisika sudah menjelaskan bahwa perpindahan kita hanya akan menjadi tidak bernilai ketika ia bermula di titik ‘dari’ kemudian kembali ke titik itu juga.

Pada dimensi waktu, perpindahan senantiasa berjalan. Dari waktu ke waktu dan dari detik ke detik. Terkadang perpindahan yang kita lakukan bisa berjalan begitu cepatnya, sehingga tidak perlu waktu yang lama untuk berpindah : titik ‘dari’ menuju titik ‘ke’. Tetapi terkadang hal itu juga bisa berlangsung sekian lamanya.

Begitulah kita manusia. Perpindahan dimensi ruang dan waktu akan membawa kita menjadi pribadi kita ‘dari’ dan ‘ke’.

Perpindahan tidak semuanya membawa perubahan yang baik. Karena hidup selalu menghadirkan pilihan-pilihan. Pilihan tersebut akan muncul pada titik ‘dari’. Sehingga, masing-masing pilihan itulah yang akan menentukan kemana titik ‘ke’ akan berujung. Pilihan yang baik tentu akan berujung baik. Begitupun sebaliknya.

Sebagai manusia yang hidup di tengah perpindahan, kita harus bisa memilih jalan yang lebih baik dari sebelumnya. Jika kita merasa sudah baik, itu artinya kita harus berpindah menuju yang lebih baik. Sehingga definisi perpindahan akan menjadi “dari baik ke yang lebih baik”.  Sampai akhirnya kita tiba di titik terbaik di antara titik paling baik dalam hidup kita.

Ketika perpindahan menjadi suatu kewajaran, maka  kita hanya perlu menikmati semua perpindahan dan kemudian memilih.
Ketika perpindahan ini bermula di titik ‘dari‘ dan menuju titik ‘ke’, perpindahan seperti apakah yang akan engkau pilih?

***
Selamat menjalani perpindahan di tahun baru Hijriyah :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Hope

Jika keyakinan adanya kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini terpatri, sungguh tidak akan ada ruang bagi kita untuk berhenti berharap Pernah mendengar suatu kisah tentang empat lilin? Mungkin kisah ini udah familiar sekali. Dalam suatu ruangan sunyi, ada empat buah lilin yang menyala, namun perlahan, sedikit demi sedikit habis meleleh. Karena begitu sunyinya, terdengarlah percakapan antara mereka. Lilin yang pertama berkata “Aku adalah DAMAI.” “Namun manusia tak lagi mampu menjagaku, maka lebih baik aku mematikan saja diriku..”. Demikian, sedikit demi sedikit sang lilin pun padam. Tersisalah tiga lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang kedua, “Aku adalah IMAN.” “Namun sayang, manusia tak mau mengenaliku.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya. Tersisalah dua lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang ketiga, “Aku adalah CINTA.” “Tak mampu lagi aku tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapk...

Harapan dan Penyesalan

Rasanya aku sudah terlalu akrab dengan apa yang kita sebut sebagai "penyesalan". Sampai-sampai aku sudah tidak bisa lagi memunculkan harapan, hanya karena takut menyesal. Iya. Harapan. Sebelumnya aku berpikir, bahwa sumber dari penyesalan adalah harapan. Maka kalau tidak mau menyesal ya jangan berharap. Sampai akhirnya, aku baru menyadari. Bahwa tidak berharap, justru membuatku tetap menyesal pada akhirnya. Bahkan penyesalannya lebih besar. Bagaimana bisa? Aku coba kenali kembali seluruh skenario penyesalan yang pernah terjadi di dalam hidupku sampai detik ini. Skenario terbanyak mungkin seperti ini : ketika aku menginginkan suatu hal, tapi kenyataannya aku tidak pernah melakukan sedikit pun usaha untuk itu. Seknario lain : ketika aku memiliki keinginan, kemudian aku melakukan, tapi nyatanya apa yang aku lakukan adalah salah atau kurang tepat. Sehingga hasil yang aku peroleh tak sesuai dengan harapan. Dua skenario penyesalan tersebut yang aku rasa ada dalam kehi...

Perjalanan Rasa

Ada hal yang berbeda. Tak biasa. Saat itu juga, bermula perjalanan rasa. Siapa yang mengira, dengan mengenalmu, mampu memunculkan rasa. Mungkin suka. Jika dengan itu, jelas mengapa jantung terpacu saat bertemu. Mungkin juga cinta. Jika dengannya, menjadi alasan untuk berani berkorban. Ataukah semata nafsu? Hanya memberi belenggu, sementara waktu. Namun, bagaimana bisa hati ini rindu? Bahkan untuk sekian waktu. Sebut sajalah, karena dirimu. Tempat berangkat rasa yang mengikat. *** Karena dirimu, bagiku adalah perlawanan. Mengatakan mungkin akan mengacaukan keadaan. Tak ada pilihan, kecuali memendam perasaan. Membiarkannya mengalir bak air gunung yang menghilir. Laut jadi tujuan, kemarau menjadi ancaman. Karena dirimu, bagiku adalah persiapan. Tak bisa asal-asalan. Karena aku tahu, Ayahmu butuh dasar untuk mengiyakan. Dan Ibumu butuh akhlak jernih nan murni untuk merestui. Persoalan ini tidak mudah. Melelahkan, tapi bukankah putri kerajaan ditakdirkan unt...