Langsung ke konten utama

Pemuda Subuh

“Setan membuat tiga ikatan di tengkuk (leher bagian belakang) salah seorang dari kalian ketika tidur. Di setiap ikatan setan akan mengatakan, “Malam masih panjang, tidurlah!” Jika dia bangun lalu berdzikir pada Allah, lepaslah satu ikatan. Kemudian jika dia berwudhu, lepas lagi satu ikatan. Kemudian jika dia mengerjakan sholat, lepaslah ikatan terakhir. Di pagi hari dia akan bersemangat dan bergembira. Jika tidak melakukan seperti ini, dia tidak ceria dan menjadi malas.”[HR. Bukhari]

Tubuhnya terbaring. Merebah di atas kasur yang meluluhkan. Hening memang. Saat kendaraan belum terdengar di peraduan. Burung-burung pun belum banyak berkicauan. Sepi senyap. Lamat-lamat, dingin terus merambat.
Sekat rumah masih tertutup. Menyimpan kehangatan dalam tutup. Pemuda itu kian surut dalam selimut.
Berat memang. Ketika tubuh terpulaskan. Laksana kumbang di taman kembang. Sulit meninggalkan. Seakan mengisyaratkan bahwa malam masih panjang.
Lihatlah! Tali-tali gaib itu masih mengikat. Simpulnya kuat nan menjerat.
Pemuda itu masih terlelap.
Samar-samar terdengar bisikan. Mulanya kecil seperti angin yang sekedar menyisir. Namun, bisikan itu makin menjadi. Seakan membuat hatinya berontak. Melawan kenyamanan.

“Nak, ayo ke surga… Surga nak…surga”

Suara itu berakhir. Saat dirinya sudah terlanjur tergugah. Benar. Surga? Dimana itu? Apakah surga ada di dekat sini? Siapakah yang memangil? Kemanakah aku harus pergi? Hati pemuda itu menggetar. Membuncah. Mengalahkan kehangatan.

Mengambil seciduk kedinginan. Meruap kesadaran. Matanya benar-benar terbuka.
Sayup-sayup dari kejauhan terkabarkan. Suara-suara kecil bersautan tidak lama kemudian.

“Allahu akbar…Allahu akbaar…”
“Lailahaillallah…”

Pagi memang hendak menjelang. Mengusir malam yang berkepanjangan. Sebelum matahari nampak sempurna di peraduan. Pemuda itu bangun.

Menggerakkan kakinya. Mengambil wudhu. Dan kemudian, meraih kemenangan. Benar. Menjemput surga.
***



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harga Sebuah Senyuman

Selalu ada hal-hal kecil yang begitu berharga, namun tak ternilai dengan harta. *** Senyuman itu tak berbiaya. Tetapi manfaatnya luar biasa. Memperkaya yang menerima. Tak memiskikankan pemberinya. Saat ini, jadilah aku pekerja, mencari cara untuk meminta senyuman berharga. Teristimewa dari orang-orang sekitar. Menghapus lara serta duka yang melingkar. Menyingkirkan kusut yang memberingsut. Sirna lelah karena masalah. Favorit! Hal itu akan menjadi pekerjaan kesukaanku nantinya. Bagaimana berupaya untuk membuatnya tersenyum. Lepas. Bahagia. Cantik. Orang bilang sebagai senyuman, senyuman yang begitu menenangkan. Memberikan kehangatan meski lisan tak terucapkan. Kelak nanti dalam sejarah cerita, senyuman itu akan selalu mengingatkan, bahwa di baliknya ada perjuangan berharga yang tidak ternilaikan, ada perasaan suci yang berusaha dijaga murni, sebaik-baiknya, selama-lamanya. Senyuman itu. Kelak, harus kujaga. Setiap terangnya hingga gelapnya. Bangunnya dan juga tidu

Segenap Kekurangan

Captured April 6, 2021 Menjalani kehidupan di jenjang yang berbeda membutuhkan penyesuaian. Dalam segala hal. Terlebih bagi seorang pasangan suami istri yang menjalani kehidupan 24 jam Bersama. Seperti halnya pasangan yang lain, sudah tentu masing-masing dari kami memiliki banyak kekurangan. Satu hal yang kupercaya, bahwa Allah SWT. mempertemukan kedua insan dalam bahtera rumah tangga, pasti keduanya dipertemukan untuk saling melengkapi kekurangan-kekurangan itu. Sampai detik ini, dengan segala kekuranganku yang terjaga dengan kelebihan istriku, aku berjanji untuk selalu mencoba menjadi lebih baik dari sebelumnya. Menjadi seorang imam yang baik, seorang sahabat yang peduli, seorang teman yang baik bagi dirinya. Aku berjanji… Ah iya.. foto itu diambil saat piknik di Glamping Jogja. Dengan 2 buah sepeda lipat yang sudah jarang terpakai… :p Mudah-mudahan bisa terpakai lagi dengan latar foto yang berbeda 😊

A Hope

Jika keyakinan adanya kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini terpatri, sungguh tidak akan ada ruang bagi kita untuk berhenti berharap Pernah mendengar suatu kisah tentang empat lilin? Mungkin kisah ini udah familiar sekali. Dalam suatu ruangan sunyi, ada empat buah lilin yang menyala, namun perlahan, sedikit demi sedikit habis meleleh. Karena begitu sunyinya, terdengarlah percakapan antara mereka. Lilin yang pertama berkata “Aku adalah DAMAI.” “Namun manusia tak lagi mampu menjagaku, maka lebih baik aku mematikan saja diriku..”. Demikian, sedikit demi sedikit sang lilin pun padam. Tersisalah tiga lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang kedua, “Aku adalah IMAN.” “Namun sayang, manusia tak mau mengenaliku.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya. Tersisalah dua lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang ketiga, “Aku adalah CINTA.” “Tak mampu lagi aku tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapk