Langsung ke konten utama

- Random -


Menulis itu menyenangkan. Percaya? Nyatanya seperti itu. Dengan menulis seperti ini misalnya, kita bisa mengungkapkan apa yang sedang kita rasakan, apa yang sedang kita pikirkan, yang sedang kita harapkan dan sebagainya.

Lapar. Pusing. Lepas.                               

Saat ini, ketika menulis tulisan ini, ketiga itu yang aku rasakan. Lapar karena hak lambung yang belum terpenuhi. Pusing karena lagi ngerjain tugas, laporan yang belum kelar, dan revisi yang tertunda (revisi yang tertunda adalah awal dari kesuksesan skripsi). Lepas karena bisa menumpahkan emosi di tulisan ini. Haha. Selamat! Anda yang membaca ini berarti Anda sedang membaca tulisan luapan emosi saya saat ini.

Menulis itu seperti kita sedang memasuki dimensi ketiga atau dunia ketiga yang tidak terikat dengan apapun. Dengan menulis kita bisa menciptakan segala sesuatu yang baru, sesuatu yang berbeda denga biasanya, bahkan sesuatu semau kita, tanpa paksaan dan batasan.

Di dunia yang ketiga, aku berteman dengan Doraemon. Berkawan dengannya begitu menyenangkan. Saat-saat sulit seperti ini misalnya. Aku tinggal meminta Doraemon mengeluarkan Pintu Kemana Saja. Sehingga, memudahkanku untuk membeli makan di burjo. Masalah perut pun terselesaikan. Kemudian, Konyaku Penerjemahnya sehingga ketika aku sedang membaca jurnal skripsi aku tidak perlu menggunakan kamus atau translater sebagainya. Menarik bukan?

Menulis itu seperti kita sedang membuat jejak dalam kehidupan kita. Jejak tersebut yang orang lain bisa mengetahui mengenai diri kita. Bahkan nanti mungkin kita sendiri yang nantinya akan teringat ataupun juga tertawa ketika melihat tulisan-tulisan kita sebelumnya.

Menulis  membuat kita bisa bercengkerama dengan orang-orang lain di luar jangkauan kita. Seperti saat ini misalnya. Lihat kan? Saat ini aku sedang bercengkerama denganmu. Iya kamu. =)

“Jika kamu ingin tahu dunia maka membacalah tapi jika kamu ingin dunia tahu kamu maka menulislah”.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Segenap Kekurangan

Captured April 6, 2021 Menjalani kehidupan di jenjang yang berbeda membutuhkan penyesuaian. Dalam segala hal. Terlebih bagi seorang pasangan suami istri yang menjalani kehidupan 24 jam Bersama. Seperti halnya pasangan yang lain, sudah tentu masing-masing dari kami memiliki banyak kekurangan. Satu hal yang kupercaya, bahwa Allah SWT. mempertemukan kedua insan dalam bahtera rumah tangga, pasti keduanya dipertemukan untuk saling melengkapi kekurangan-kekurangan itu. Sampai detik ini, dengan segala kekuranganku yang terjaga dengan kelebihan istriku, aku berjanji untuk selalu mencoba menjadi lebih baik dari sebelumnya. Menjadi seorang imam yang baik, seorang sahabat yang peduli, seorang teman yang baik bagi dirinya. Aku berjanji… Ah iya.. foto itu diambil saat piknik di Glamping Jogja. Dengan 2 buah sepeda lipat yang sudah jarang terpakai… :p Mudah-mudahan bisa terpakai lagi dengan latar foto yang berbeda 😊

Harapan dan Penyesalan

Rasanya aku sudah terlalu akrab dengan apa yang kita sebut sebagai "penyesalan". Sampai-sampai aku sudah tidak bisa lagi memunculkan harapan, hanya karena takut menyesal. Iya. Harapan. Sebelumnya aku berpikir, bahwa sumber dari penyesalan adalah harapan. Maka kalau tidak mau menyesal ya jangan berharap. Sampai akhirnya, aku baru menyadari. Bahwa tidak berharap, justru membuatku tetap menyesal pada akhirnya. Bahkan penyesalannya lebih besar. Bagaimana bisa? Aku coba kenali kembali seluruh skenario penyesalan yang pernah terjadi di dalam hidupku sampai detik ini. Skenario terbanyak mungkin seperti ini : ketika aku menginginkan suatu hal, tapi kenyataannya aku tidak pernah melakukan sedikit pun usaha untuk itu. Seknario lain : ketika aku memiliki keinginan, kemudian aku melakukan, tapi nyatanya apa yang aku lakukan adalah salah atau kurang tepat. Sehingga hasil yang aku peroleh tak sesuai dengan harapan. Dua skenario penyesalan tersebut yang aku rasa ada dalam kehi...

Perjalanan Rasa

Ada hal yang berbeda. Tak biasa. Saat itu juga, bermula perjalanan rasa. Siapa yang mengira, dengan mengenalmu, mampu memunculkan rasa. Mungkin suka. Jika dengan itu, jelas mengapa jantung terpacu saat bertemu. Mungkin juga cinta. Jika dengannya, menjadi alasan untuk berani berkorban. Ataukah semata nafsu? Hanya memberi belenggu, sementara waktu. Namun, bagaimana bisa hati ini rindu? Bahkan untuk sekian waktu. Sebut sajalah, karena dirimu. Tempat berangkat rasa yang mengikat. *** Karena dirimu, bagiku adalah perlawanan. Mengatakan mungkin akan mengacaukan keadaan. Tak ada pilihan, kecuali memendam perasaan. Membiarkannya mengalir bak air gunung yang menghilir. Laut jadi tujuan, kemarau menjadi ancaman. Karena dirimu, bagiku adalah persiapan. Tak bisa asal-asalan. Karena aku tahu, Ayahmu butuh dasar untuk mengiyakan. Dan Ibumu butuh akhlak jernih nan murni untuk merestui. Persoalan ini tidak mudah. Melelahkan, tapi bukankah putri kerajaan ditakdirkan unt...