Langsung ke konten utama

Perjuangan Lampau



Hidup tiada mungkin tanpa perjuangan, tanpa pengorbanan.

Begitu salah satu potongan lirik sebuah lagu yang menggambarkan bagaimana kehidupan kita semestinya. Bila dipahami sebaliknya, kalau tanpa perjuangan dan pengorbanan, artinya kita sudah ‘mati’. Hidup di jaman sekarang pun semakin menegaskan itu, seperti hukum kekal alam rimba, ‘siapa yang kuat dia yang berkuasa, yang lemah akan binasa’, dan untuk kuat itu kita perlu suatu perjuangan dan tentu pengorbanan.

***
Pernah merasakan suatu perjuangan yang berbuah nyata? Kali ini aku akan bercerita tentang suatu masa dimana aku merasakan perjuangan dan pengorbanan hingga akhirnya mendapatkan keberhasilan dan kepuasan. Saat itu di kala aku jenjang sekolah dasar. Mulanya aku hanyalah bocah ingusan, saat duduk di bangku kelas 1 SD, tidak pernah peduli dengan pekerjaan rumah, bahkan saat itu semua pekerjaan rumahku, orang tuaku lah yang membuatnya. Aku? Sibuk bermain di luar rumah. Beranjak ke Kelas 2, tidak banyak yang berubah. Sampai akhirnya aku termotivasi oleh sebuah fakta di kelasku, bahwa setiap pengambilan nilai rapor, 10 peringkat pertama kelas diduduki oleh anak perempuan seluruhnya. Aku bertanya dalam hati, kenapa laki-laki tidak ada? Sejak saat itu aku memutuskan untuk berubah, dan targetku adalah masuk di 10 peringkat pertama kelas! Membuktikan bahwa kaum laki-laki bisa.

Apa yang berubah pada diriku saat itu? Waktu belajarku lebih banyak daripada waktu bermainku. Bahkan, ketika menjelang ujian catur wulan III saat itu (kalau aku tidak salah ingat), aku sering bangun pagi pukul 03.00 WIB untuk mengulang kembali pelajaranku sebelumnya. Pernah kejadian mati lampu, tapi hal itu tak menghentikan belajarku, kunyalakan lilin dan kulanjutkan belajar. Sampai akhirnya tiba saat pengambilan rapor dan pengumuman peringkat. Saat itu wali kelasku mulai menyebutkan 10 peringkat pertama, dimulai dari peringkat 10. Dan untuk pertama kalinya, namaku disebut, di peringkat ke 7… Rasanya bahagia sekali dan saat itu teman-teman kelasku lainnya memberi tepuk tangan dan mengucapkan selamat. Ahh.. sebuah memori kecil yang membahagiakan. Peringkat 7, mungkin jauh dari terbaik, tidak masuk 5 besar, tapi aku berhasil membuktikan pada diriku sendiri, bahwa aku bisa. Mendengar kabar itu, orang tuaku pun bahagia. What a beautiful moment in my life…

***
Tulisan ini tidak berniat pamer atau pun sombong. Apalah yang disombongkan dari masa bocah ingusan, iya kan?. Tulisan ini hanya sebagai pengingat diriku pribadi, bahwa dulunya aku pernah beranjak dari keterpurukan hingga keberhasilan. Maka dengan rumus yang sama, tantangan-tantangan di masa mendatang akan aku taklukkan. Termasuk tantangan saat ini, alasan yang membuat diriku menulis tentang ini. H-30 menuju UKMPPD (Ujian Kompetensi Mahasiswa Program Pendidikan Dokter). Tidak mudah tentunya menghadapi tantangan itu, tapi aku yakin aku pasti bisa! Semoga Allah meridhainya, amin…

Kalau kamu bagaimana? Selamat berjuang! :)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harapan dan Penyesalan

Rasanya aku sudah terlalu akrab dengan apa yang kita sebut sebagai "penyesalan". Sampai-sampai aku sudah tidak bisa lagi memunculkan harapan, hanya karena takut menyesal. Iya. Harapan. Sebelumnya aku berpikir, bahwa sumber dari penyesalan adalah harapan. Maka kalau tidak mau menyesal ya jangan berharap. Sampai akhirnya, aku baru menyadari. Bahwa tidak berharap, justru membuatku tetap menyesal pada akhirnya. Bahkan penyesalannya lebih besar. Bagaimana bisa? Aku coba kenali kembali seluruh skenario penyesalan yang pernah terjadi di dalam hidupku sampai detik ini. Skenario terbanyak mungkin seperti ini : ketika aku menginginkan suatu hal, tapi kenyataannya aku tidak pernah melakukan sedikit pun usaha untuk itu. Seknario lain : ketika aku memiliki keinginan, kemudian aku melakukan, tapi nyatanya apa yang aku lakukan adalah salah atau kurang tepat. Sehingga hasil yang aku peroleh tak sesuai dengan harapan. Dua skenario penyesalan tersebut yang aku rasa ada dalam kehi...

Yang Terbaik

Manusia hidup dengan keinginan. Mereka mempersiapkan segala sesuatu demi mewujudkan apa yang menjadi cita-cita mereka. Sebagian mendapatkan, sebagian tidak. Sebagian merasa gembira dengan perolehannya. Sebagian tidak. Merasa sedih dengan kegagalannya. Manusia memang dituntut untuk menyempurnakan usaha. Karena dengan begitu, kita bisa menjemput takdir Tuhan untuk kita. Genapkan usaha. Kemudian berserah. Rahasia terbesarnya ialah, apa yang menurut kita baik dalam pandangan kacamata manusia, ternyata belum tentu sejatinya baik. Sebaliknya, apa yang buruk menurut manusia, belum tentu sejatinya buruk.  Percayalah. Dengan begitu, semua yang kita hadapi dalam kehidupan ini, akan menjadi bentuk syukur kita kepadaNya. Tidak patut terlalu bergembira atas pemberian dariNya, juga tidak akan bersedih tentang apa yang luput dari keinginan kita. "Aku menjadi paham jika prasangkaku hanya sekedar prasangka. Tidak lebih. Dan kini kutemui, apa-apa yang terbaik itu tidak pernah ada da...