Langsung ke konten utama

Perjalanan Rasa


Ada hal yang berbeda. Tak biasa.
Saat itu juga, bermula perjalanan rasa.

Siapa yang mengira, dengan mengenalmu, mampu memunculkan rasa.
Mungkin suka. Jika dengan itu, jelas mengapa jantung terpacu saat bertemu. Mungkin juga cinta. Jika dengannya, menjadi alasan untuk berani berkorban. Ataukah semata nafsu? Hanya memberi belenggu, sementara waktu. Namun, bagaimana bisa hati ini rindu? Bahkan untuk sekian waktu.

Sebut sajalah, karena dirimu.
Tempat berangkat rasa yang mengikat.

***

Karena dirimu, bagiku adalah perlawanan.
Mengatakan mungkin akan mengacaukan keadaan. Tak ada pilihan, kecuali memendam perasaan. Membiarkannya mengalir bak air gunung yang menghilir. Laut jadi tujuan, kemarau menjadi ancaman.

Karena dirimu, bagiku adalah persiapan.
Tak bisa asal-asalan. Karena aku tahu, Ayahmu butuh dasar untuk mengiyakan. Dan Ibumu butuh akhlak jernih nan murni untuk merestui. Persoalan ini tidak mudah. Melelahkan, tapi bukankah putri kerajaan ditakdirkan untuk seorang pangeran?

Apakah berjodoh?
Mungkin jodoh bagiku, ialah saat diriku dan dirimu berada pada perjalanan rasa yang sama. Saat kita telah sama-sama berangkat, dan melalui perlawanan serta persiapan. Kemudian tiba pada momen yang membuat hati kita mengatakan “ya inilah saatnya”. Dan kita sama-sama merasakan, satu rasa yang berbeda, tak biasa, dan kita tahu mengapa. “Karena dirimu.

***

Untuk saat ini, teruntuk dirimu yang membuatku memulai perjalanan ini, aku berharap kita berada dalam perjalanan yang sama, hingga nanti tiba saatnya, ‘ya inilah saatnya’, kita putuskan untuk berlabuh dalam singgasana rumah tangga.

Mari kita pastikan. Perjalanan kita berangkat dan berakhir pada tempat dan saat yang tepat. Ambil wudhu, siapkan diri. Sholatlah dan berdoa.
Dan untuk pertama kalinya, kusebut namamu dalam doa…


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wanita Beruntung

Kau tau siapa wanita paling beruntung di dunia ini? Itu adalah kamu. Tapi jika kamu mau bersamaku. *** Aku bukan lelaki yang kaya atau tajir seperti yang lainnya. Menyesal? Jangan salah. Aku percaya, soal rezeki sudah ada yang mengatur. Apa yang sudah ditakdirkan menjadi bagianku, sekecilpun itu tak akan berpindah. Tugasku hanya bekerja keras, seperti yang kulakukan sekarang. Keras dalam usaha, keras dalam berdoa. Toh kamu tau kan, kalau kekayaan itu bukan cuma soal harta. Dan siapa bilang orang kaya materi selalu bahagia? Aku mungkin lelaki yang konyol, sering ngebanyol seperti yang kamu tau tentang aku. Meremehkanku? Jangan salah. Aku juga bisa serius. Cuma perlu saat yang tepat. Kamu saja yang tidak melihatku di saat yang tepat. Aku beri tau ya, dunia ini ‘gak asik’ kalau terlalu serius. Bukannya kamu ingin lebih awet muda? Aku bukan lelaki tampan seperti lainnya. Menghinaku? Terserah. Siapa bilang aku tak bisa tampan? Mudah saja. Hanya butuh salon dan baju necis ...

Harapan dan Penyesalan

Rasanya aku sudah terlalu akrab dengan apa yang kita sebut sebagai "penyesalan". Sampai-sampai aku sudah tidak bisa lagi memunculkan harapan, hanya karena takut menyesal. Iya. Harapan. Sebelumnya aku berpikir, bahwa sumber dari penyesalan adalah harapan. Maka kalau tidak mau menyesal ya jangan berharap. Sampai akhirnya, aku baru menyadari. Bahwa tidak berharap, justru membuatku tetap menyesal pada akhirnya. Bahkan penyesalannya lebih besar. Bagaimana bisa? Aku coba kenali kembali seluruh skenario penyesalan yang pernah terjadi di dalam hidupku sampai detik ini. Skenario terbanyak mungkin seperti ini : ketika aku menginginkan suatu hal, tapi kenyataannya aku tidak pernah melakukan sedikit pun usaha untuk itu. Seknario lain : ketika aku memiliki keinginan, kemudian aku melakukan, tapi nyatanya apa yang aku lakukan adalah salah atau kurang tepat. Sehingga hasil yang aku peroleh tak sesuai dengan harapan. Dua skenario penyesalan tersebut yang aku rasa ada dalam kehi...