Alkisah
hiduplah seekor kelinci dan seekor kura-kura di suatu desa. Suatu sore, tatkala
berjalan mengelilingi desa, kelinci bertemu Si Kura-kura di jalan. Setelah
berbincang-bincang, entah bagaimana, ujung-ujungnya, Si Kelinci menantang Si
Kura untuk lomba lari mengitari desa. Si Kelinci yang sombong, hendak pamer
akan kemampuannya kepada Si Kura. Si Kura yang tidak suka diremehkan akhirnya
mengiyakan ajakan Si Kelinci untuk bertanding. Lomba pun dimulai. Sekian menit
berlari. Selesailah lomba itu dan tak disangka sang juara adalah Si Kura.
Sudah
pernah denger cerita tersebut? Saya yakin sih sudah, bagi yang belum, mungkin
Anda perlu menyadari, bahwa masa kecil Anda sedikit kurang bahagia, hehe.
Cerita itu tentang Si Kelinci yang sombong dan Si Kura yang pantang menyerah,
tentu dengan sedikit improvisasi di sana- sini, haha. Kembali ke cerita. Di
akhir cerita, dengan bahasa lain, saya katakan bahwa Si Kura telah menjadi
juara walaupun dengan kelemahan. Kelemahan di suatu hal, yakni masalah berlari.
Sedangkan Si Kelinci memiliki keunggulan di hal tersebut.
Di tulisan ini saya ingin mengajak
Anda untuk memahami suatu hal yang lebih dalam dari cerita tersebut. Kaitannya
dengan kehidupan. (Weeh, beraat broo, tumben haha). Di dalam kehidupan kita,
tentu tidak pernah terlepas dari suatu kelebihan ataupun kekurangan. Setuju? Di
mana ada kelebihan, di situ ada kekurangan. Itulah kaidah dasar yang berlaku
selamanya. Dan selama itu pula, tidak ada manusia yang sempurna. Sedikit
berbeda dengan cerita Si Kelinci dan Si Kura, saya mencoba mengambil sebuah
contoh, yakni Si Kaya dan Si Miskin. Mengapa saya mengambil contoh keduanya?
Karena sepertinya, kalau saya mengambil contoh Si Ganteng dan Si Buruk Rupa,
itu terlihat sarkasme, dan saya tidak ingin menyinggung Anda, hehe bercanda.
Alkisah di sebuah desa, hiduplah Si
Kaya dan Si Miskin. Si Kaya dengan kelebihan hartanya memiliki rumah besar dan
mobil mewah. Sedang Si Miskin, jangankan mobil mewah, untuk makan saja susah.
Itulah perbedaan keduanya. Namun, di sisi lain, ada perbedaan lagi. Ternyata Si
Miskin banyak memiliki kawan, karena sifatnya yang rendah hati, suka bergaul
dengan sekitar, dan setiap sholat selalu berjamaah di masjid. Sedangkan Si
Kaya? Berbeda 360 derajat. Nah, di akhir cerita (kenapa tiba-tiba udah di akhir
aja, hehe), Si Miskin masuk surga sedang Si Kaya masuk neraka.
Maksut saya dari kedua cerita
tersebut adalah, dalam kehidupan kita hendaknya kita menggunakan patokan yang
tepat agar hasilnya pun tepat. Ketika tidak menggunakan patokan yang tepat,
tentu hasilnya tidak akan tepat pula. Setiap kelebihan ataupun kekurangan,
setiap kebaikan ataupun keburukan yang hadir pada kehidupan kita, mari kita
mengambil sebuah patokan keberhasilan bahwa kedekatan kita dengan Tuhan-lah
yang menentukan. Allah berfirman :
“Setiap
yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan
kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (QS. Al
Anbiya : 35)
Di dalam ayat tersebut, Allah telah mengatakan jelas
bahwa ujian di sini memiliki 2 bentuk : kebaikan dan keburukan. Dan patokan
keberhasilan ujian tersebut ialah kedekatan kita dengan Allah SWT. Akan berbeda
ceritanya jika Si Kelinci yang dengan kebaikannya dalam hal berlari, ia gunakan
untuk menolong Si Kura dan hewan-hewan lainnya, tentu dengan niat ikhlas
menolong karena Allah. Akan berbeda pula ceritanya, Si Kaya yang dengan
kelebihan hartanya, ia gunakan untuk berjihad di jalan Allah SWT. Sehingga
dengan kelebihan tersebut, ia mendekatkan dirinya kepada Allah. So? Sekali lagi
saya tekankah, bahwa patokan kehidupan yang semestinya kita ambil ialah soal
kedekatan kita dengan Allah SWT, dalam situasi apapun, dalam kelebihan dan
kekurangan, atau kebaikan dan keburukan. Terakhir, saya kutipkan hadits yang
seharusnya kita jadikan pegangan kita.
“Sangat
mengagumkan keadaan seorang mukmin, karena segala keadaan untuknya selalu
sangat baik dan hal ini tidak mungkin terjadi demikian kecuali bagi orang
mukmin. Jika mendapat nikmat ia bersyukur, maka syukur itu lebih baik baginya,
dan bila menderita kesusahan ia sabar, maka sabar itu lebih baik baginya.‘” (HR. Imam
Muslim)
Komentar
Posting Komentar