Langsung ke konten utama

(Berani) Mencintai


“Apakah dia seseorang yang tepat untukku?”

            Seseorang bertanya seperti itu. Pun sama, terkadang saya juga mempertanyakan hal tersebut di dalam benak saya mengenai seseorang. Pertanyaan itu menurutku wajar, toh Anda juga pernah mengalaminya bukan? Sudah menjadi fitrah manusia untuk memiliki perasaan, perasaan saling menyayangi, saling mencintai, dsb. Mungkin ada saatnya, ketika kita menginjak fase tertentu dalam hidup kita, kemudian pertanyaan seperti, “Apakah dia seseorang yang tepat untukku?”, akan lebih sering menggema dan mengganggu pikiran kita. Tatkala muncul di dalam kehidupan kita seseorang yang menurut kita, ia menarik, ia memesona, dan ia mampu membuat kita tertawa, merasakan bahagia, dan membuat kita merasakan yang berbeda ketika saat bersamanya. Setuju?

            Lantas, kembali ke pertanyaan tersebut. Apakah Anda sudah menemukan jawabannya? Mungkin ketika kita mempertanyakan itu, hati kita diliputi oleh keraguan dan ketakutan. Keraguan apakah benar-benar dia. Ketakutan apabila kita salah dalam memilih seseorang. Dalam hal ini, saya berpendapat, bahwa ternyata untuk memutuskan mencintai seseorang kita memang butuh sebuah keberanian. Pada awalnya, soal mencintai itu mungkin dapat muncul dengan sendirinya, tanpa kita buat-buat. Kemudian, perasaan tersebut dapat tumbuh seiring dengan waktu atau bahkan hilang memudar. Pada akhirnya, akan tiba saat kita harus mengambil keputusan dalam mencintai seseorang. Mencintai untuk menikahi. Mencintai itu membutuhkan keberanian. Berani untuk menerima semua kekurangan yang ada pada dirinya, yang bahkan kekurangan-kekurangan itu belum tampak saat ini, akan tetapi mungkin akan tampak saat setelah menjalani pernikahan. Begitulah bahtera pernikahan. Kedua insan yang tidaklah sempurna, karena memang tidak ada yang sempurna. Tetapi kemudian, cinta di antara keduanya yang membuatnya sempurna. Cinta yang mampu mengesampingkan keegoisan dan menerima seluruh kekurangan yang ada pada pasangannya. Soal keberanian, apakah Anda berani mencintainya?

            Dari keseluruhan proses yang kita lalui, hendaknya hati kita dibekali dengan bekal dasar agar hati ini mampu bekerja dengan baik. Apa itu? Sifat tawakal kepada Allah. Perasaan ketergantungan kepada Allah. Karena kita pahami bahwa Allah Yang Maha Mengetahui dan Allah lah yang akan menggerakkan hati para hamba-Nya. Tawakal tersebut dapat kita wujudkan dengan melakukan istikharah. Sesuatu di depan kita, yang kita tidak tahu bagaimana kesudahannya, tapi Allah Maha Mengetahui. Nantinya Allah lah yang akan memberikan seseorang yang “tepat” untuk kita. Karena yang terbaik itu bukan yang kita butuhkan, tetapi yang tepat itu lah yang kita butuhkan. Terakhir, mari kita bungkus cinta kita dengan istikharah, dan saat Anda melakukannya, takdir terbaik sedang menunggu Anda. Percayalah!

“Tidak akan kecewa orang yang beristikharah, dan takkan menyesal orang yang bermusyawarah.” (HR Ahmad)


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harga Sebuah Senyuman

Selalu ada hal-hal kecil yang begitu berharga, namun tak ternilai dengan harta. *** Senyuman itu tak berbiaya. Tetapi manfaatnya luar biasa. Memperkaya yang menerima. Tak memiskikankan pemberinya. Saat ini, jadilah aku pekerja, mencari cara untuk meminta senyuman berharga. Teristimewa dari orang-orang sekitar. Menghapus lara serta duka yang melingkar. Menyingkirkan kusut yang memberingsut. Sirna lelah karena masalah. Favorit! Hal itu akan menjadi pekerjaan kesukaanku nantinya. Bagaimana berupaya untuk membuatnya tersenyum. Lepas. Bahagia. Cantik. Orang bilang sebagai senyuman, senyuman yang begitu menenangkan. Memberikan kehangatan meski lisan tak terucapkan. Kelak nanti dalam sejarah cerita, senyuman itu akan selalu mengingatkan, bahwa di baliknya ada perjuangan berharga yang tidak ternilaikan, ada perasaan suci yang berusaha dijaga murni, sebaik-baiknya, selama-lamanya. Senyuman itu. Kelak, harus kujaga. Setiap terangnya hingga gelapnya. Bangunnya dan juga tidu

Segenap Kekurangan

Captured April 6, 2021 Menjalani kehidupan di jenjang yang berbeda membutuhkan penyesuaian. Dalam segala hal. Terlebih bagi seorang pasangan suami istri yang menjalani kehidupan 24 jam Bersama. Seperti halnya pasangan yang lain, sudah tentu masing-masing dari kami memiliki banyak kekurangan. Satu hal yang kupercaya, bahwa Allah SWT. mempertemukan kedua insan dalam bahtera rumah tangga, pasti keduanya dipertemukan untuk saling melengkapi kekurangan-kekurangan itu. Sampai detik ini, dengan segala kekuranganku yang terjaga dengan kelebihan istriku, aku berjanji untuk selalu mencoba menjadi lebih baik dari sebelumnya. Menjadi seorang imam yang baik, seorang sahabat yang peduli, seorang teman yang baik bagi dirinya. Aku berjanji… Ah iya.. foto itu diambil saat piknik di Glamping Jogja. Dengan 2 buah sepeda lipat yang sudah jarang terpakai… :p Mudah-mudahan bisa terpakai lagi dengan latar foto yang berbeda 😊

A Hope

Jika keyakinan adanya kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini terpatri, sungguh tidak akan ada ruang bagi kita untuk berhenti berharap Pernah mendengar suatu kisah tentang empat lilin? Mungkin kisah ini udah familiar sekali. Dalam suatu ruangan sunyi, ada empat buah lilin yang menyala, namun perlahan, sedikit demi sedikit habis meleleh. Karena begitu sunyinya, terdengarlah percakapan antara mereka. Lilin yang pertama berkata “Aku adalah DAMAI.” “Namun manusia tak lagi mampu menjagaku, maka lebih baik aku mematikan saja diriku..”. Demikian, sedikit demi sedikit sang lilin pun padam. Tersisalah tiga lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang kedua, “Aku adalah IMAN.” “Namun sayang, manusia tak mau mengenaliku.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya. Tersisalah dua lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang ketiga, “Aku adalah CINTA.” “Tak mampu lagi aku tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapk