Langsung ke konten utama

More Than Words



I would like to tell you about my memories…


            Sudah bisa menebak siapa yang ada di foto tersebut? Selamat! Kalau begitu Anda hebat! Bagi yang belum bisa, mungkin Anda harus mencoba lagi, haha. Saya perkenalkan, anak perempuan berkerudung biru di sisi kanan dengan mata yang melirik ke pojok kiri atas (mungkin sedang melihat cicak di dinding), bernama Okti Rahmawati. Di sebelah kirinya, anak mungil lugu berpeci, dengan wajah ndomblongnya seakan tidak mengetahui jika sedang difoto (mungkin ini menunjukkan bakat candid yang terpendam), namanya Lutfir Rahman Taris. And the last man standing beside them, seorang anak rupawan berpeci, dengan senyumannya yang menawan, terlihat bahwa rupanya dia yang paling tau jika sedang difoto, mungkinkah ini bakat narsis yang terpendam? Hmmh.. sepertinya tidak… tidak salah, haha. His name is Darma Aulia Hanafi. That’s me!

            Anda tahu, bahwa hal terindah dari semuanya ialah menyadari bahwa mereka berdua-lah yang sudah Allah swt. gariskan bertahun-tahun sebelum penciptaan alam semesta ini, untuk hadir menemani saya di dunia ini. Mereka mungkin tidak sempurna, sama seperti saya di mata mereka. Tapi dari ketidaksempurnaan itu lah yang justru membuat kita berarti antara satu dengan yang lain. Saling membutuhkan. Benar begitu kan?

             Mungkin saya jarang mengungkapkan secara langsung, bahwa saya mencintai mereka. Tapi saya yakin, kita bertiga sama-sama tau bahwa kita saling mencintai. Dan bukti kecintaan kami, ialah saling menjaga satu sama lain. Pun begitu dengan Anda. Jika Anda mencintai orang lain, Anda akan menjaganya bukan? Kehidupan dunia sementara ini telah memberikan kami momen-momen terindahnya. Selanjutnya, kami selalu menantikan momen-momen terindah lain dalam fase-fase hidup kami, hingga momennya nanti momen ketika kami dipertemukan kembali, untuk hidup seabadi-abadinya, kami bertiga, lengkap, tidak alpa satu pun, untuk berkumpul di surga, Jannah-Nya. See there my sist, my bro :)

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At Tahrim : 6)


For me? They are more than words~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harapan dan Penyesalan

Rasanya aku sudah terlalu akrab dengan apa yang kita sebut sebagai "penyesalan". Sampai-sampai aku sudah tidak bisa lagi memunculkan harapan, hanya karena takut menyesal. Iya. Harapan. Sebelumnya aku berpikir, bahwa sumber dari penyesalan adalah harapan. Maka kalau tidak mau menyesal ya jangan berharap. Sampai akhirnya, aku baru menyadari. Bahwa tidak berharap, justru membuatku tetap menyesal pada akhirnya. Bahkan penyesalannya lebih besar. Bagaimana bisa? Aku coba kenali kembali seluruh skenario penyesalan yang pernah terjadi di dalam hidupku sampai detik ini. Skenario terbanyak mungkin seperti ini : ketika aku menginginkan suatu hal, tapi kenyataannya aku tidak pernah melakukan sedikit pun usaha untuk itu. Seknario lain : ketika aku memiliki keinginan, kemudian aku melakukan, tapi nyatanya apa yang aku lakukan adalah salah atau kurang tepat. Sehingga hasil yang aku peroleh tak sesuai dengan harapan. Dua skenario penyesalan tersebut yang aku rasa ada dalam kehi...

Yang Terbaik

Manusia hidup dengan keinginan. Mereka mempersiapkan segala sesuatu demi mewujudkan apa yang menjadi cita-cita mereka. Sebagian mendapatkan, sebagian tidak. Sebagian merasa gembira dengan perolehannya. Sebagian tidak. Merasa sedih dengan kegagalannya. Manusia memang dituntut untuk menyempurnakan usaha. Karena dengan begitu, kita bisa menjemput takdir Tuhan untuk kita. Genapkan usaha. Kemudian berserah. Rahasia terbesarnya ialah, apa yang menurut kita baik dalam pandangan kacamata manusia, ternyata belum tentu sejatinya baik. Sebaliknya, apa yang buruk menurut manusia, belum tentu sejatinya buruk.  Percayalah. Dengan begitu, semua yang kita hadapi dalam kehidupan ini, akan menjadi bentuk syukur kita kepadaNya. Tidak patut terlalu bergembira atas pemberian dariNya, juga tidak akan bersedih tentang apa yang luput dari keinginan kita. "Aku menjadi paham jika prasangkaku hanya sekedar prasangka. Tidak lebih. Dan kini kutemui, apa-apa yang terbaik itu tidak pernah ada da...