Langsung ke konten utama

Para Pemimpi #Part 1 : Bermimpilah besar!

Inspired Book : “Man Shabara Zhafira”
By : Ahmad Rifa’I Rif’an


       Hidup berawal dari mimpi. Sebuah slogan yang nyatanya mengandung makna yang sangat dalam apabila kita pelajari. Tidak bisa dibayangkan, apabila para pendahulu kita bukanlah seorang pemimpi. Mungkin saat ini, kita tidak bisa merasakan kenikamatan lebih dan kemudahan dalam hidup. Wright bersaudara, mereka adalah seorang pemimpi. Thomas Alva Edison juga seorang pemimpi. Barangkali kalau mereka bukan seorang pemimpi, kita tidak bisa merasakan keindahan malam dengan lampu – lampu yang menyinari, sampai kemudahan dengan pesawat terbang dalam menggunakan transportasi.

Mereka hidup dengan mimpi.
Mereka itulah seorang pemimpi.

        Dalam kisah lainnya, mengenai seorang pemimpi. Pada tahun 1898, di kala seseorang berani mengatakan bahwa 50 tahun lagi akan berdiri negara Yahudi raya di Palestina, maka hal itu menjadi bahan tertawaan orang – orang. Tapi lihatlah, tepat 50 tahun kemudian, nyatanya berdirilah negara Yahudi, Israel. Siapakah orang itu? Yap, Theodore Hertzl namanya. Meski jahat, ia juga seorang pemimpi. Masih banyak beribu – ribu pemimpi lainnya yang telah menorehkan namanya di jejak sejarah dunia. Maka, yang jadi pertanyaan adalah,

       “Wahai Saudaraku, sudahkah Anda bermimpi?”

     Mimpi dengan hidup, ibarat kompas bagi para petualang. Ibarat sketsa yang menjadi desain bangunan. Ibarat peta yang menjadi petunjuk jalan. Sebagai contoh, dengan menggunakan peta tentunya kita memiliki suatu patokan yang akan digunakan untuk mencari kota yang kita tuju. Dengan peta, kita bisa sampai di kota tujuan dengan waktu yang tepat, bahkan bisa lebih cepat. Tidak membuang waktu untuk nyasar segala. Bayangkan, ketika kita tidak mempunyai peta di tengah ketersesatan, maka kita tidak bisa sampai di kota tujuan, atau mungkin sampai, tetapi dengan waktu yang lama.

     Begitu juga, hidup tanpa impian. Tanpa disadari, kita hidup tanpa arah. Tanpa disadari, kita tidak tahu arah mana yang kita tuju. Tanpa disadari, kita menjadi seseorang yang gagal di tengah keberhasilan para pemimpi.

         Maka bermimpilah!
        Jangan takut untuk bermimpi.
        Jangan pernah meremehkan mimpi.

      Hidup cuma sekali. Tidakkah kita berpikir bahwa hidup menjadi sia – sia ketika kita tidak memilih untuk bermimpi?
      Sebuah riset pernah dilakukan terhadap lulusan MBA (Master of Business Administration) di Harvard Business School. Pada tahun 1979 para lulusan MBA diberi sebuah pertanyaan, “Apakah Anda telah menyusun suatu rencana hidup dengan jelas, spesifik dan tertulis?” Dan hasilnya, sebagian dari mereka telah memiliki rencana hidup yang jelas, spesifik, dan tertulis, sebagian lain telah memiliki rencana hidup yang jelas, spesifik, tetapi tidak tertulis, dan sisanya ada yang belum memiliki rencana hidup.
      Sepuluh tahun kemudian, dilakukan wawancara ulang terhadap semua responden yang pernah diberi pertanyaan tersebut. Hasilnya, mereka yang memiliki rencana hidup yang jelas dan spesifik namun tidak tertulis, memiliki penghasilan rata – rata dua kali lipat dibandingkan mereka yang tidak memiliki rencana hidup. Yang luar biasa, mereka yang memiliki rencana hidup yang jelas, spesifik dan menuliskannya, memiliki rata – rata penghasilan sebanyak sepuluh kali lipat dari lainnya.
       Dari situ, pelajaran yang bisa kita ambil adalah bagaimana kita menyusun mimpi – mimpi kita. Buatlah semua mimpimu itu jelas dan spesifik. Kemudian, tuliskanlah! Lakukan dengan penuh kebanggaan dan harapan. Dengan menuliskannya, itu menjadi cara bagi kita untuk memelihara mimpi – mimpi kita.

      Wahai Saudaraku, kita sebagai umat muslim sudah memiliki satu point lebih dari yang lain. Ketika kita bermimpi, maka mintalah kepada Allah SWT, mohonlah kepada Dzat Yang Maha Kuasa atas segala suatu. Sungguh, bukanlah menjadi perkara yang sulit bagi Allah untuk mengabulkan doa hambaNya. Bahkan, Allah sudah menjanjikan dalam firmanNya yang indah,

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.’ (QS. Al – Baqarah : 186)

      Kalau Allah sudah menjamin seperti itu, lalu dengan pilihan bermimpi atau tidak, mengapa kita memilih tidak? Dengan pilihan memiliki impian kecil atau besar, mengapa kita memilih impian kecil? Maka, tegaskanlah dalam diri kita, jadilah seorang pemimpi dan bermimpilah besar!

Komentar

  1. Destination should be determined first, only then you can find the right map ya mo..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wanita Beruntung

Kau tau siapa wanita paling beruntung di dunia ini? Itu adalah kamu. Tapi jika kamu mau bersamaku. *** Aku bukan lelaki yang kaya atau tajir seperti yang lainnya. Menyesal? Jangan salah. Aku percaya, soal rezeki sudah ada yang mengatur. Apa yang sudah ditakdirkan menjadi bagianku, sekecilpun itu tak akan berpindah. Tugasku hanya bekerja keras, seperti yang kulakukan sekarang. Keras dalam usaha, keras dalam berdoa. Toh kamu tau kan, kalau kekayaan itu bukan cuma soal harta. Dan siapa bilang orang kaya materi selalu bahagia? Aku mungkin lelaki yang konyol, sering ngebanyol seperti yang kamu tau tentang aku. Meremehkanku? Jangan salah. Aku juga bisa serius. Cuma perlu saat yang tepat. Kamu saja yang tidak melihatku di saat yang tepat. Aku beri tau ya, dunia ini ‘gak asik’ kalau terlalu serius. Bukannya kamu ingin lebih awet muda? Aku bukan lelaki tampan seperti lainnya. Menghinaku? Terserah. Siapa bilang aku tak bisa tampan? Mudah saja. Hanya butuh salon dan baju necis ...

Harapan dan Penyesalan

Rasanya aku sudah terlalu akrab dengan apa yang kita sebut sebagai "penyesalan". Sampai-sampai aku sudah tidak bisa lagi memunculkan harapan, hanya karena takut menyesal. Iya. Harapan. Sebelumnya aku berpikir, bahwa sumber dari penyesalan adalah harapan. Maka kalau tidak mau menyesal ya jangan berharap. Sampai akhirnya, aku baru menyadari. Bahwa tidak berharap, justru membuatku tetap menyesal pada akhirnya. Bahkan penyesalannya lebih besar. Bagaimana bisa? Aku coba kenali kembali seluruh skenario penyesalan yang pernah terjadi di dalam hidupku sampai detik ini. Skenario terbanyak mungkin seperti ini : ketika aku menginginkan suatu hal, tapi kenyataannya aku tidak pernah melakukan sedikit pun usaha untuk itu. Seknario lain : ketika aku memiliki keinginan, kemudian aku melakukan, tapi nyatanya apa yang aku lakukan adalah salah atau kurang tepat. Sehingga hasil yang aku peroleh tak sesuai dengan harapan. Dua skenario penyesalan tersebut yang aku rasa ada dalam kehi...