Langsung ke konten utama

Yang Aku Tahu, Allah Membersamaiku



“Yang Aku Tahu, Allah Membersamaiku”
Indpired book :
Jalan Cinta Para Pejuang, Ust. Salim A Fillah

“Kalau ini perintah Allah, dia sekali – kali takkan pernah menyia – nyiakan kami.”

Sebuah kalimat indah terlontar dari mulut Ibunda Siti Hajar. Tatkala, sang suami Nabi Ibrahim a.s berusaha untuk meninggalkan ia dan bayinya di sebuah lembah tak berpenghuni. Gersang. Tak tampak hewan. Tak tampak tanaman.

Dari mata Nabi Ibrahim a.s, terlihat berkaca – kaca, seakan tak kuasa dan tak tega meninggalkan dua insan yang begitu dicintai. Apalagi, terhadap bayinya yang telah begitu lama ia harapkan kedatangannya.  Dalam diam, seakan menjadi ekspresi Nabi Ibrahim a.s. atas kecamuknya dalam hati.

Semua itu ia lakukan, tidak lain dan tidak bukan karena perintah Allah SWT. Meski terasa berat. Meski terasa sulit. Tapi tidak ada pilihan lain baginya atas semua perintahNya. Nabi Ibrahim a.s. tidak pernah tahu, apa yang akan terjadi setelah ia meninggalkan keluarganya di lembah yang gersang. Yang ia tahu, itu adalah perintah Allah SWT. Maka wajib baginya untuk melakukan. Tanpa tanya. Tanpa curiga.

Yang ia tahu, itu perintah dariNya dan Allah pasti membersamainya.

Senada dengan itu, dalam kisah lainnya, yakni kisah Nabi Musa a.s.
“Tidak! Sekali – kali tidak akan tersusul! Sesungguhnya Rabbku bersamaku dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.”, seru Musa. Tatkala menemui jalan buntu, terhadang Laut Merah dalam kejaran Fir’aun. Bani Israil yang dipimpinnya sudah riuh tercekam panik. Tapi Nabi Musa tetap yakin dengan pertolonganNya.

Petunjuk itupun datang. Musa diperintahkan memukulkan tongkatnya ke laut. Tanpa tanya. Tanpa ragu. Hal itu pun dilaksanakan. Musa tidak pernah tahu hal apa yang akan terjadi setelah ia memukulkan tongkatnya. Ya, bahkan Musa belum tahu bahwa lautan akan terbelah. Yang ia tahu, itu adalah perintah Allah SWT. Maka wajib baginya untuk melakukan.

Yang ia tahu, itu perintah dariNya dan Allah pasti membersamainya.

Kedua sosok itu, telah mengajarkan kepada kita sebuah hal yang harus kita pegang teguh.

 “Iman”

 Ketika iman itu ada, maka kita percaya. Ketika suatu hal telah Allah perintahkan, maka lakukan! Meski itu sulit. Meski itu terasa berat. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi setelah kita melakukannya. Yang kita harus tahu, itu adalah perintah Allah. Maka wajib bagi kita untuk melakukan. Yang kita harus percaya, Allah pasti membersamai kita. Sebagaimana kejutan dan pertolongan itu pasti datang kepada kita. Ya benar, iman, bukan yang lain.

“(Sebagai) janji yang sebenarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar Rum : 6)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Rasa

Ada hal yang berbeda. Tak biasa. Saat itu juga, bermula perjalanan rasa. Siapa yang mengira, dengan mengenalmu, mampu memunculkan rasa. Mungkin suka. Jika dengan itu, jelas mengapa jantung terpacu saat bertemu. Mungkin juga cinta. Jika dengannya, menjadi alasan untuk berani berkorban. Ataukah semata nafsu? Hanya memberi belenggu, sementara waktu. Namun, bagaimana bisa hati ini rindu? Bahkan untuk sekian waktu. Sebut sajalah, karena dirimu. Tempat berangkat rasa yang mengikat. *** Karena dirimu, bagiku adalah perlawanan. Mengatakan mungkin akan mengacaukan keadaan. Tak ada pilihan, kecuali memendam perasaan. Membiarkannya mengalir bak air gunung yang menghilir. Laut jadi tujuan, kemarau menjadi ancaman. Karena dirimu, bagiku adalah persiapan. Tak bisa asal-asalan. Karena aku tahu, Ayahmu butuh dasar untuk mengiyakan. Dan Ibumu butuh akhlak jernih nan murni untuk merestui. Persoalan ini tidak mudah. Melelahkan, tapi bukankah putri kerajaan ditakdirkan unt...

Harapan dan Penyesalan

Rasanya aku sudah terlalu akrab dengan apa yang kita sebut sebagai "penyesalan". Sampai-sampai aku sudah tidak bisa lagi memunculkan harapan, hanya karena takut menyesal. Iya. Harapan. Sebelumnya aku berpikir, bahwa sumber dari penyesalan adalah harapan. Maka kalau tidak mau menyesal ya jangan berharap. Sampai akhirnya, aku baru menyadari. Bahwa tidak berharap, justru membuatku tetap menyesal pada akhirnya. Bahkan penyesalannya lebih besar. Bagaimana bisa? Aku coba kenali kembali seluruh skenario penyesalan yang pernah terjadi di dalam hidupku sampai detik ini. Skenario terbanyak mungkin seperti ini : ketika aku menginginkan suatu hal, tapi kenyataannya aku tidak pernah melakukan sedikit pun usaha untuk itu. Seknario lain : ketika aku memiliki keinginan, kemudian aku melakukan, tapi nyatanya apa yang aku lakukan adalah salah atau kurang tepat. Sehingga hasil yang aku peroleh tak sesuai dengan harapan. Dua skenario penyesalan tersebut yang aku rasa ada dalam kehi...

A Hope

Jika keyakinan adanya kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini terpatri, sungguh tidak akan ada ruang bagi kita untuk berhenti berharap Pernah mendengar suatu kisah tentang empat lilin? Mungkin kisah ini udah familiar sekali. Dalam suatu ruangan sunyi, ada empat buah lilin yang menyala, namun perlahan, sedikit demi sedikit habis meleleh. Karena begitu sunyinya, terdengarlah percakapan antara mereka. Lilin yang pertama berkata “Aku adalah DAMAI.” “Namun manusia tak lagi mampu menjagaku, maka lebih baik aku mematikan saja diriku..”. Demikian, sedikit demi sedikit sang lilin pun padam. Tersisalah tiga lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang kedua, “Aku adalah IMAN.” “Namun sayang, manusia tak mau mengenaliku.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya. Tersisalah dua lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang ketiga, “Aku adalah CINTA.” “Tak mampu lagi aku tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapk...