Langsung ke konten utama

Menemukan(mu)



Pagi kala itu, terasa tidak seperti biasa. Engkau berdiri di sudut koridor dengan gamis merahmu. Memanggul tas dengan caramu. Bercengkerama dengan teman-temanmu. Aku tak mengenalmu. Tapi aku menemukanmu. 

Di ujung koridor, aku diam-diam memerhatikanmu. Tanpa tahu pasti pembicaraanmu, engkau mengakhirinya dan berpisah dengan teman-temanmu. Mengucapkan salam. Ah, begitu indah mendengarnya. Tidak kusangka, kau berjalan tepat ke arah dimana aku berdiri terdiam memerhatikanmu. Tak ayal, aku pun tertunduk, tersipu malu. Kuberanikan diri untuk berjalan ke arahmu. Kulihat wajahmu. Tapi kamu tertunduk, mencoba menjaga pandanganmu. Aku pun sontak teringat. Ah, kamu benar-benar mengingatkanku akan itu. 

 Di pagi yang lain, aku menemukanmu. Kebiasaanku pagi kala itu sedikit terganggu. Tidak seperti biasa aku harus membaca satu lembar buku berulang-ulang untuk sekadar sedikit memahami. Itu semua karena aku menemukanmu. Kata demi kata. Kalimat demi kalimat. Aku menemukanmu di sudut pemikiranku. Aku sendiri tidak tahu pasti mengapa aku menemukanmu seperti ini. Semenjak pertemuan itu, memang tanpa disadari, kamu senantiasa hadir dalam celah aktivitasku. Walaupun sesungguhnya aku tidak mengenalmu.

Di pagi berikutnya, kembali lagi aku menemukanmu. Kali ini dalam untaian kata doa di penghujung shalatku. Menyelip indah diantara harapan-harapanku. Berharap akan datang kesempatan itu, dimana aku bisa lebih mengenalmu. Tentu dengan caraNya, yang kita sendiri tidak bisa menerka seperti apa. Hanya saja, aku tetap berharap itu. Entah bagaimana dengan dirimu.

Di pagi ini, dan persis di koridor itu. Aku benar-benar menemukanmu. Warna merah ternyata menjadi warna kesukaanmu. Tentu dengan hijabmu. Kamu yang terus berjalan mendekati tempatku berdiri. Sekali lagi, seperti dulu. Langkah demi langkah. Tepat di saat langkah kita bertemu, kutahu kamu akan menundukkan pandanganmu.  Lantas aku tak mengerti apa yang kurasakan ketika itu. Detik terasa melambat. Jantung berdegup kian kencangnya. Hingga membuatku memutarkan badan, mengalihkan pandangan. Dan seketika itu juga, aku tersadar. Bahwa aku memang sungguh telah menemukanmu, bergema di sudut ruang hatiku.

Aku sendiri bertanya-tanya. Mengapa dirimu? Aku tak tahu. Aku tenggelam dalam tanya. Dan segalanya berujung kepada satu tanya besar. 

“Mungkinkah kau menemukanku?”


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harapan dan Penyesalan

Rasanya aku sudah terlalu akrab dengan apa yang kita sebut sebagai "penyesalan". Sampai-sampai aku sudah tidak bisa lagi memunculkan harapan, hanya karena takut menyesal. Iya. Harapan. Sebelumnya aku berpikir, bahwa sumber dari penyesalan adalah harapan. Maka kalau tidak mau menyesal ya jangan berharap. Sampai akhirnya, aku baru menyadari. Bahwa tidak berharap, justru membuatku tetap menyesal pada akhirnya. Bahkan penyesalannya lebih besar. Bagaimana bisa? Aku coba kenali kembali seluruh skenario penyesalan yang pernah terjadi di dalam hidupku sampai detik ini. Skenario terbanyak mungkin seperti ini : ketika aku menginginkan suatu hal, tapi kenyataannya aku tidak pernah melakukan sedikit pun usaha untuk itu. Seknario lain : ketika aku memiliki keinginan, kemudian aku melakukan, tapi nyatanya apa yang aku lakukan adalah salah atau kurang tepat. Sehingga hasil yang aku peroleh tak sesuai dengan harapan. Dua skenario penyesalan tersebut yang aku rasa ada dalam kehi...

Yang Terbaik

Manusia hidup dengan keinginan. Mereka mempersiapkan segala sesuatu demi mewujudkan apa yang menjadi cita-cita mereka. Sebagian mendapatkan, sebagian tidak. Sebagian merasa gembira dengan perolehannya. Sebagian tidak. Merasa sedih dengan kegagalannya. Manusia memang dituntut untuk menyempurnakan usaha. Karena dengan begitu, kita bisa menjemput takdir Tuhan untuk kita. Genapkan usaha. Kemudian berserah. Rahasia terbesarnya ialah, apa yang menurut kita baik dalam pandangan kacamata manusia, ternyata belum tentu sejatinya baik. Sebaliknya, apa yang buruk menurut manusia, belum tentu sejatinya buruk.  Percayalah. Dengan begitu, semua yang kita hadapi dalam kehidupan ini, akan menjadi bentuk syukur kita kepadaNya. Tidak patut terlalu bergembira atas pemberian dariNya, juga tidak akan bersedih tentang apa yang luput dari keinginan kita. "Aku menjadi paham jika prasangkaku hanya sekedar prasangka. Tidak lebih. Dan kini kutemui, apa-apa yang terbaik itu tidak pernah ada da...