Langsung ke konten utama

Dunia Ke-3 - Konferensi Para Pahlawan



Malam yang hebat. Siapa yang bisa mengira kejadiannya akan seperti ini. Mulanya semua terasa baik – baik saja. Negeri angin, negeri tanah, dan negeri air dapat hidup bersama dengan harmonis. Tetapi semua berubah ketika negara api menyerang. Saat itu Doraemon, Nobita dan temannya sedang berpetualang di negeri Angin. Tentu mereka tidak bisa terima dengan apa yang dilakukan negeri api terhadap negeri angin. Mereka tergerak untuk membantu Avatar melawan negeri api dan menyatukan empat elemen di dunia. Memang tidaklah mudah melawan negeri api, apalagi saat ini mereka dibantu oleh Magneto. Wolfrein saja sudah mati-matian untuk bertahan hidup, apalagi untuk menyelamatkan dunia seorang diri. Mereka sadar bahwa meraka harus bersatu. Tidaklah bisa mereka terpecah-pecah seperti ini untuk menaklukan semua kejahatan di dunia. Doraemon berinisiatif untuk mengadakan Konferensi Pahlawan Dunia. Dengan ‘pintu kemana saja’, tentu hal ini mudah sekali terwujud.  Saat itu, aku ditunjuk untuk memimpin konferensi itu. Tak perlu pikir panjang, aku mengambil tawaran tersebut. Bagaimana mungkin aku bisa menolak, toh ini semua untuk kesejahteraan manusia di muka bumi.
Di sudut Gotham City, tepatnya di persembunyian Batman, konferensi diselenggarakan. Semua pahlawan hadir, seperti Spiderman, Superman, Wolfrein, Hulk, X-Men, dan masih banyak lagi. Sekitar 50 orang datang di konferensi itu. Namun ternyata satu yang tidak hadir, ialah Harry Potter. Ada yang mengabarkan, bahwa ternyata Harry Potter justru telah berkerja sama dengan “penyihir jahat”. Kau tahu dia? Yap, semua orang mengenalnya. Dialah ‘seseorang yang tidak boleh disebut namanya’, alias Voldemort. Aku terhenyak mendengar kabar itu. Ruangan konferensi pun mendadak ramai. Aku berdiri mencoba menenangkan suasana. Kemudian terduduk dan terdiam membayangkan, bagaimana perang besar besok hari akan berakhir.
***


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Rasa

Ada hal yang berbeda. Tak biasa. Saat itu juga, bermula perjalanan rasa. Siapa yang mengira, dengan mengenalmu, mampu memunculkan rasa. Mungkin suka. Jika dengan itu, jelas mengapa jantung terpacu saat bertemu. Mungkin juga cinta. Jika dengannya, menjadi alasan untuk berani berkorban. Ataukah semata nafsu? Hanya memberi belenggu, sementara waktu. Namun, bagaimana bisa hati ini rindu? Bahkan untuk sekian waktu. Sebut sajalah, karena dirimu. Tempat berangkat rasa yang mengikat. *** Karena dirimu, bagiku adalah perlawanan. Mengatakan mungkin akan mengacaukan keadaan. Tak ada pilihan, kecuali memendam perasaan. Membiarkannya mengalir bak air gunung yang menghilir. Laut jadi tujuan, kemarau menjadi ancaman. Karena dirimu, bagiku adalah persiapan. Tak bisa asal-asalan. Karena aku tahu, Ayahmu butuh dasar untuk mengiyakan. Dan Ibumu butuh akhlak jernih nan murni untuk merestui. Persoalan ini tidak mudah. Melelahkan, tapi bukankah putri kerajaan ditakdirkan unt...

Harapan dan Penyesalan

Rasanya aku sudah terlalu akrab dengan apa yang kita sebut sebagai "penyesalan". Sampai-sampai aku sudah tidak bisa lagi memunculkan harapan, hanya karena takut menyesal. Iya. Harapan. Sebelumnya aku berpikir, bahwa sumber dari penyesalan adalah harapan. Maka kalau tidak mau menyesal ya jangan berharap. Sampai akhirnya, aku baru menyadari. Bahwa tidak berharap, justru membuatku tetap menyesal pada akhirnya. Bahkan penyesalannya lebih besar. Bagaimana bisa? Aku coba kenali kembali seluruh skenario penyesalan yang pernah terjadi di dalam hidupku sampai detik ini. Skenario terbanyak mungkin seperti ini : ketika aku menginginkan suatu hal, tapi kenyataannya aku tidak pernah melakukan sedikit pun usaha untuk itu. Seknario lain : ketika aku memiliki keinginan, kemudian aku melakukan, tapi nyatanya apa yang aku lakukan adalah salah atau kurang tepat. Sehingga hasil yang aku peroleh tak sesuai dengan harapan. Dua skenario penyesalan tersebut yang aku rasa ada dalam kehi...

A Hope

Jika keyakinan adanya kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini terpatri, sungguh tidak akan ada ruang bagi kita untuk berhenti berharap Pernah mendengar suatu kisah tentang empat lilin? Mungkin kisah ini udah familiar sekali. Dalam suatu ruangan sunyi, ada empat buah lilin yang menyala, namun perlahan, sedikit demi sedikit habis meleleh. Karena begitu sunyinya, terdengarlah percakapan antara mereka. Lilin yang pertama berkata “Aku adalah DAMAI.” “Namun manusia tak lagi mampu menjagaku, maka lebih baik aku mematikan saja diriku..”. Demikian, sedikit demi sedikit sang lilin pun padam. Tersisalah tiga lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang kedua, “Aku adalah IMAN.” “Namun sayang, manusia tak mau mengenaliku.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya. Tersisalah dua lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang ketiga, “Aku adalah CINTA.” “Tak mampu lagi aku tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapk...