Langsung ke konten utama

Perfect Family

Ceritanya, baru buka-buka folder foto lama di laptop. Kemudian menemukan beberapa foto lama keluarga. Sudah lama rasanya tidak merasakan kehangatan bersama keluarga. So longggg. Tidak menyangka, waktu berjalan demikian cepatnya. My sister and my brother, we have grown up. Benar-benar tidak terasa, seperti baru saja kita bermain bersama di rumah, just like our childhood memory. Mulai dari kejar-kejaran, umpet-umpetan sampai tragedi marah-marahan dan nangis-nangisan. Permainan gak akan berhenti kalau belum ada yang marah atau nangis, haha. So funny to remember J

Mungkin kita sama-sama bukan tipikal orang yang mudah mengungkapkan perasaan kita secara langsung, karena mungkin kalau itu kita lakukan, kita sama-sama tertawa geli mendengarnya. Tapi kita memang sudah saling mengerti, meskipun bibir ini tak berkata, tapi hati kita saling berbicara. Aku sendiri pun hanya bisa mengungkapkan lewat tulisan kecil ini saja. Dan aku harap tulisan ini nanti jadi pengingat kita, bahwa kita pernah menjalani masa-masa seperti ini. Sama-sama berjuang di perantauan. Dan ketika tiba saatnya nanti, saat perpisahan, saat masing-masing memiliki keluarga, kita tetap akan merindukan masa ini. Teruntuk my sister yang saat ini menjalani internship, semoga dilancarkan dan jadi dokter umum yang kece badai. Satu lagi, segera mendapatkan jodohnya, hehe. Teruntuk my brother yang saat ini sedang berkutat dengan skripsi, semoga dilancarkan. Cepat ujian, cepat lulus, cepat koas. I’am proud of you guys. Sometimes i think, i nothing compared to you, haha. But I believe, we will get our own fate. Being succes in this world, and meet in the heaven. Last but not least, i miss my mother and my father. I always pray for you all :)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harga Sebuah Senyuman

Selalu ada hal-hal kecil yang begitu berharga, namun tak ternilai dengan harta. *** Senyuman itu tak berbiaya. Tetapi manfaatnya luar biasa. Memperkaya yang menerima. Tak memiskikankan pemberinya. Saat ini, jadilah aku pekerja, mencari cara untuk meminta senyuman berharga. Teristimewa dari orang-orang sekitar. Menghapus lara serta duka yang melingkar. Menyingkirkan kusut yang memberingsut. Sirna lelah karena masalah. Favorit! Hal itu akan menjadi pekerjaan kesukaanku nantinya. Bagaimana berupaya untuk membuatnya tersenyum. Lepas. Bahagia. Cantik. Orang bilang sebagai senyuman, senyuman yang begitu menenangkan. Memberikan kehangatan meski lisan tak terucapkan. Kelak nanti dalam sejarah cerita, senyuman itu akan selalu mengingatkan, bahwa di baliknya ada perjuangan berharga yang tidak ternilaikan, ada perasaan suci yang berusaha dijaga murni, sebaik-baiknya, selama-lamanya. Senyuman itu. Kelak, harus kujaga. Setiap terangnya hingga gelapnya. Bangunnya dan juga tidu

Segenap Kekurangan

Captured April 6, 2021 Menjalani kehidupan di jenjang yang berbeda membutuhkan penyesuaian. Dalam segala hal. Terlebih bagi seorang pasangan suami istri yang menjalani kehidupan 24 jam Bersama. Seperti halnya pasangan yang lain, sudah tentu masing-masing dari kami memiliki banyak kekurangan. Satu hal yang kupercaya, bahwa Allah SWT. mempertemukan kedua insan dalam bahtera rumah tangga, pasti keduanya dipertemukan untuk saling melengkapi kekurangan-kekurangan itu. Sampai detik ini, dengan segala kekuranganku yang terjaga dengan kelebihan istriku, aku berjanji untuk selalu mencoba menjadi lebih baik dari sebelumnya. Menjadi seorang imam yang baik, seorang sahabat yang peduli, seorang teman yang baik bagi dirinya. Aku berjanji… Ah iya.. foto itu diambil saat piknik di Glamping Jogja. Dengan 2 buah sepeda lipat yang sudah jarang terpakai… :p Mudah-mudahan bisa terpakai lagi dengan latar foto yang berbeda 😊

A Hope

Jika keyakinan adanya kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini terpatri, sungguh tidak akan ada ruang bagi kita untuk berhenti berharap Pernah mendengar suatu kisah tentang empat lilin? Mungkin kisah ini udah familiar sekali. Dalam suatu ruangan sunyi, ada empat buah lilin yang menyala, namun perlahan, sedikit demi sedikit habis meleleh. Karena begitu sunyinya, terdengarlah percakapan antara mereka. Lilin yang pertama berkata “Aku adalah DAMAI.” “Namun manusia tak lagi mampu menjagaku, maka lebih baik aku mematikan saja diriku..”. Demikian, sedikit demi sedikit sang lilin pun padam. Tersisalah tiga lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang kedua, “Aku adalah IMAN.” “Namun sayang, manusia tak mau mengenaliku.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya. Tersisalah dua lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang ketiga, “Aku adalah CINTA.” “Tak mampu lagi aku tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapk