Langsung ke konten utama

Long Last Friends

Namanya Kompor Mbledug. Satu grup yang isi orangnya mungkin seaneh namanya. Kenapa namanya begitu? Mungkin karena orang-orangnya yang menyala-nyala seperti kompor. Secara kronologi, nama grup ini muncul et causa celetukan satu anggotanya ketika obrolan biasa, entah saat itu obrolan apa yang dibahas hingga berujung ke mledug-mbledug -.-  Jangan dibayangkan, haha.


Okay, let me tell you. Asal usul grup ini sejak stase Obsgyn. Stase dimana memang diperlukan membuat kelompok sesuai pembagian jumlah stase luar kota. Saat di obsgyn, memang segalanya dan apa-apanya, mulai dari bimbingan, refrat dsb. berkaitan dengan kelompok tersebut. Begitulah patofisiologi kompor mledug ini. Seiring bergilirnya waktu, too many kekonyolan yang kita lakukan, haha. Kembali kepada prinsip yang kita pegang, bahwa tiada koas yang sempurna. Koas salah? Itu wajar. Koas gak salah? Interupsi, itu bukan koas namanya. It’s jokes, but mostly truth, wkwk. Sampai sekarang, grup ini masih awet. Entah apa saja obrolannya. Mulai dari akademik sampai non-non-truly non akademik (karena saking jauh sama akademik). Mungkin grup ini sudah ‘terlanjur’ cocok jadi media untuk pelampiasan, haha. Bahkan sampai-sampai bakat paparazi pun muncul di grup ini. Saat ini kita sudah pindah blok. Sayangnya, grup ini harus terpisah satu sama lain. Tapi, apalah arti perpisahan kalau hati kita saling bertautan. (eaaa..) Kalau ditranslate ke inggris, mungkin begini bunyinya: Distance means nothing when someone means everything. Artinya? Buat PR yaa, haha. We do hope we will meet again just like before. Sharing problems, sampai-sampai sharing kanul oksigen. Miss you guys. See you soon J



Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Hope

Jika keyakinan adanya kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini terpatri, sungguh tidak akan ada ruang bagi kita untuk berhenti berharap Pernah mendengar suatu kisah tentang empat lilin? Mungkin kisah ini udah familiar sekali. Dalam suatu ruangan sunyi, ada empat buah lilin yang menyala, namun perlahan, sedikit demi sedikit habis meleleh. Karena begitu sunyinya, terdengarlah percakapan antara mereka. Lilin yang pertama berkata “Aku adalah DAMAI.” “Namun manusia tak lagi mampu menjagaku, maka lebih baik aku mematikan saja diriku..”. Demikian, sedikit demi sedikit sang lilin pun padam. Tersisalah tiga lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang kedua, “Aku adalah IMAN.” “Namun sayang, manusia tak mau mengenaliku.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya. Tersisalah dua lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang ketiga, “Aku adalah CINTA.” “Tak mampu lagi aku tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapk...

Tanam dan Tuai

Apa yang kamu tanam, itulah yang kamu tuai.                           Pepatah tua telah mengajarkan kita akan pelajaran kehidupan.   Ibaratnya seorang petani yang menanam padi, tentu akan menuai padi pada akhirnya. Tidak mungkin menuai mangga, jambu ataupun yang lain. Kebaikan dan keburukan pun berlaku seperti itu.             Seorang pernah berujar, bahwa dunia ini tidak adil. Mengapa? Ia mengatakan, orang-orang baik, yang memiliki akhlak yang bagus, mulia dan terpuji justru tidak merasakan kebaikan yang ditanamnya. Ia berpandangan begitu dengan melihat orang-orang miskin di sekitarnya. Lantas dibandingkan dengan orang-orang kaya raya, justru merasakan kebaikan dunia ini dengan kemewahannya, padahal mereka sendiri memiliki akhlak yang buruk, eogis, lupa sholat, dan lainnya. Lalu? Bagaimana dengan konsep...

Harga Sebuah Senyuman

Selalu ada hal-hal kecil yang begitu berharga, namun tak ternilai dengan harta. *** Senyuman itu tak berbiaya. Tetapi manfaatnya luar biasa. Memperkaya yang menerima. Tak memiskikankan pemberinya. Saat ini, jadilah aku pekerja, mencari cara untuk meminta senyuman berharga. Teristimewa dari orang-orang sekitar. Menghapus lara serta duka yang melingkar. Menyingkirkan kusut yang memberingsut. Sirna lelah karena masalah. Favorit! Hal itu akan menjadi pekerjaan kesukaanku nantinya. Bagaimana berupaya untuk membuatnya tersenyum. Lepas. Bahagia. Cantik. Orang bilang sebagai senyuman, senyuman yang begitu menenangkan. Memberikan kehangatan meski lisan tak terucapkan. Kelak nanti dalam sejarah cerita, senyuman itu akan selalu mengingatkan, bahwa di baliknya ada perjuangan berharga yang tidak ternilaikan, ada perasaan suci yang berusaha dijaga murni, sebaik-baiknya, selama-lamanya. Senyuman itu. Kelak, harus kujaga. Setiap terangnya hingga gelapnya. Bangunnya dan juga tidu...