Langsung ke konten utama

Pesan dari Saudara

Mungkin salah apabila kita menganggap orang-orang yang berjalan bersama kita dalam da'wah ini adalah mereka yang paling baik akhlak nya,
Paling tsiqoh orangnya,
Paling luas wawasannya,
Paling baik kredibilitasnya,

Mungkin keliru apabila berharap saudara2 kita akan terus berjalan beriringan dengan kita,
Mungkin salah mengharapkan selalu ada yg bisa menguatkan pundak kita memegang amanah,

Karena toh pada akhirnya butuh keberanian untuk melangkah sendiri,
Butuh keistiqomahan untuk terus melangkah ke depan ketika yang lain berlutut dan berbalik arah,
Butuh kelapangan ukhuwwah untuk terus ikhlas mengingatkan saudara kita agar bisa terus memperjuangkan da'wah ini,

Tapi adalah keliru yang lebih besar apabila kita menggantungkan kekecewaan itu pada jalan ini,
Menyalahkan jamaah atas dasar kekeliruan pribadi yang mengemban jalan ini,
Memilih keluar dan berpaling,
Menghindari sakit hati dan kekecewaan itu sendiri...

Saudara kita tidak lah sempurna,
Jalan ini bukan berarti tidak penuh luka dan keliru,
Tapi memang ini lah jalan yang harus kita tempuh,
Mengesampingkan nafsu dan ego untuk terus mau berangkulan menguatkan,
Karena jika Allah yang menjadi tujuan kita,
Maka biarlah ia yang mengobati luka ini dengan ampunanNya,
Maka nantinya keringat ini akan dibalas dengan rahmatNya,
Maka berharaplah agar ukhuwwah ini dijaga dan dikekalkan hingga ke surga...


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Rasa

Ada hal yang berbeda. Tak biasa. Saat itu juga, bermula perjalanan rasa. Siapa yang mengira, dengan mengenalmu, mampu memunculkan rasa. Mungkin suka. Jika dengan itu, jelas mengapa jantung terpacu saat bertemu. Mungkin juga cinta. Jika dengannya, menjadi alasan untuk berani berkorban. Ataukah semata nafsu? Hanya memberi belenggu, sementara waktu. Namun, bagaimana bisa hati ini rindu? Bahkan untuk sekian waktu. Sebut sajalah, karena dirimu. Tempat berangkat rasa yang mengikat. *** Karena dirimu, bagiku adalah perlawanan. Mengatakan mungkin akan mengacaukan keadaan. Tak ada pilihan, kecuali memendam perasaan. Membiarkannya mengalir bak air gunung yang menghilir. Laut jadi tujuan, kemarau menjadi ancaman. Karena dirimu, bagiku adalah persiapan. Tak bisa asal-asalan. Karena aku tahu, Ayahmu butuh dasar untuk mengiyakan. Dan Ibumu butuh akhlak jernih nan murni untuk merestui. Persoalan ini tidak mudah. Melelahkan, tapi bukankah putri kerajaan ditakdirkan unt...

Harapan dan Penyesalan

Rasanya aku sudah terlalu akrab dengan apa yang kita sebut sebagai "penyesalan". Sampai-sampai aku sudah tidak bisa lagi memunculkan harapan, hanya karena takut menyesal. Iya. Harapan. Sebelumnya aku berpikir, bahwa sumber dari penyesalan adalah harapan. Maka kalau tidak mau menyesal ya jangan berharap. Sampai akhirnya, aku baru menyadari. Bahwa tidak berharap, justru membuatku tetap menyesal pada akhirnya. Bahkan penyesalannya lebih besar. Bagaimana bisa? Aku coba kenali kembali seluruh skenario penyesalan yang pernah terjadi di dalam hidupku sampai detik ini. Skenario terbanyak mungkin seperti ini : ketika aku menginginkan suatu hal, tapi kenyataannya aku tidak pernah melakukan sedikit pun usaha untuk itu. Seknario lain : ketika aku memiliki keinginan, kemudian aku melakukan, tapi nyatanya apa yang aku lakukan adalah salah atau kurang tepat. Sehingga hasil yang aku peroleh tak sesuai dengan harapan. Dua skenario penyesalan tersebut yang aku rasa ada dalam kehi...

A Hope

Jika keyakinan adanya kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini terpatri, sungguh tidak akan ada ruang bagi kita untuk berhenti berharap Pernah mendengar suatu kisah tentang empat lilin? Mungkin kisah ini udah familiar sekali. Dalam suatu ruangan sunyi, ada empat buah lilin yang menyala, namun perlahan, sedikit demi sedikit habis meleleh. Karena begitu sunyinya, terdengarlah percakapan antara mereka. Lilin yang pertama berkata “Aku adalah DAMAI.” “Namun manusia tak lagi mampu menjagaku, maka lebih baik aku mematikan saja diriku..”. Demikian, sedikit demi sedikit sang lilin pun padam. Tersisalah tiga lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang kedua, “Aku adalah IMAN.” “Namun sayang, manusia tak mau mengenaliku.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya. Tersisalah dua lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang ketiga, “Aku adalah CINTA.” “Tak mampu lagi aku tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapk...