Langsung ke konten utama

Cinta dan Pengorbanan

Melalui hari raya Idul Adha, semestinya kita bisa memetik sebuah pelajaran mengenai apa yang menjadi kisah di balik perayaan salah satu hari raya bagi kita sebagai umat Islam ini. Ialah kisah Nabi Ibrahim a.s dan Nabi Ismail yang dapat melahirkan satu peristiwa penuh dengan makna. Semua orang mestinya sudah tahu mengenai kisah tersebut. Mungkin ada yang mempertanyakan, mengapa ‘pengorbanan’ yang Allah perintahkan itu adalah Nabi Ismail, mengapa tidak yang lain. Mestinya kita paham akan makna dari ‘berkorban’, terlebih dalam urusan mencintai. Alasan mengapa Allah SWT. memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih Nabi Ismail, tidak dengan yang lain, adalah karena kecintaan Nabi Ibrahim terhadap anaknya itu sendiri. Saat itu, Nabi Ibrahim sangat menginginkan karunia seorang anak di keluarganya. Maka, dengan kehadiran Nabi Ismail atas karunia Allah, jangan kita pertanyakan seberapa kecintaan Nabi Ibrahim kepada Nabi Ismail.
Kecintaan seorang bapak kepada anaknya inilah yang kemudian menjadi batu uji keimanan dan kecintaan dalam lahirnya persitiwa peringatan Idul Adha ini. Allah berfirman :

“Jika orang tua, anak, saudara, pasangan, keluarga, harta yang kalian peroleh, perniagaan yang kalian takutkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kalian senangi, lebih kalian cintai daripada Allah, Rasul-Nya, serta jihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan perintahnya. Dan Allah tidak memberi hidayah kepada kaum yang fasik.”
(QS. At-Taubah : 24)

            Ayat di atas mestinya membuat kita merenung. Tentu. Nyatanya manusia sering kali tidak adil. Kita sering sekali begitu mudah mengeluarkan harta benda tenaga maupun pikiran kita untuk perkara duniawi. Sedangkan untuk perkara ibadah saja, jangankan melakukan, memikirkan saja mungkin tidak. Contoh sederhana saja, banyak sekali orang-orang yang mudah mengeluarkan uangnya untuk berbelanja, tapi tidak di saat untuk bersedekah.
            Marilah sama-sama kita merenungkan, apakah yang mestinya patut kita korbankan dalam menempatkan kecintaan kita kepada Allah SWT di posisi tertinggi, melebihi kecintaan kita kepada apapun yang ada di dunia ini. Seperti halnya keluarga Nabi Ibrahim a.s yang telah memberikan tauladan. Semoga di hari raya Idul Ada 1436 H ini, kita semakin mendekatkan diri kita kepada Allah SWT dengan pengorbanan kita, apapun itu, untuk menempatkan cinta kita kepadaNya di posisi tertinggi. Amin amin ya Rabb..

Selamat mecintaiNya dan berkorban untukNya :)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Hope

Jika keyakinan adanya kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini terpatri, sungguh tidak akan ada ruang bagi kita untuk berhenti berharap Pernah mendengar suatu kisah tentang empat lilin? Mungkin kisah ini udah familiar sekali. Dalam suatu ruangan sunyi, ada empat buah lilin yang menyala, namun perlahan, sedikit demi sedikit habis meleleh. Karena begitu sunyinya, terdengarlah percakapan antara mereka. Lilin yang pertama berkata “Aku adalah DAMAI.” “Namun manusia tak lagi mampu menjagaku, maka lebih baik aku mematikan saja diriku..”. Demikian, sedikit demi sedikit sang lilin pun padam. Tersisalah tiga lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang kedua, “Aku adalah IMAN.” “Namun sayang, manusia tak mau mengenaliku.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya. Tersisalah dua lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang ketiga, “Aku adalah CINTA.” “Tak mampu lagi aku tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapk...

Tanam dan Tuai

Apa yang kamu tanam, itulah yang kamu tuai.                           Pepatah tua telah mengajarkan kita akan pelajaran kehidupan.   Ibaratnya seorang petani yang menanam padi, tentu akan menuai padi pada akhirnya. Tidak mungkin menuai mangga, jambu ataupun yang lain. Kebaikan dan keburukan pun berlaku seperti itu.             Seorang pernah berujar, bahwa dunia ini tidak adil. Mengapa? Ia mengatakan, orang-orang baik, yang memiliki akhlak yang bagus, mulia dan terpuji justru tidak merasakan kebaikan yang ditanamnya. Ia berpandangan begitu dengan melihat orang-orang miskin di sekitarnya. Lantas dibandingkan dengan orang-orang kaya raya, justru merasakan kebaikan dunia ini dengan kemewahannya, padahal mereka sendiri memiliki akhlak yang buruk, eogis, lupa sholat, dan lainnya. Lalu? Bagaimana dengan konsep...

Harga Sebuah Senyuman

Selalu ada hal-hal kecil yang begitu berharga, namun tak ternilai dengan harta. *** Senyuman itu tak berbiaya. Tetapi manfaatnya luar biasa. Memperkaya yang menerima. Tak memiskikankan pemberinya. Saat ini, jadilah aku pekerja, mencari cara untuk meminta senyuman berharga. Teristimewa dari orang-orang sekitar. Menghapus lara serta duka yang melingkar. Menyingkirkan kusut yang memberingsut. Sirna lelah karena masalah. Favorit! Hal itu akan menjadi pekerjaan kesukaanku nantinya. Bagaimana berupaya untuk membuatnya tersenyum. Lepas. Bahagia. Cantik. Orang bilang sebagai senyuman, senyuman yang begitu menenangkan. Memberikan kehangatan meski lisan tak terucapkan. Kelak nanti dalam sejarah cerita, senyuman itu akan selalu mengingatkan, bahwa di baliknya ada perjuangan berharga yang tidak ternilaikan, ada perasaan suci yang berusaha dijaga murni, sebaik-baiknya, selama-lamanya. Senyuman itu. Kelak, harus kujaga. Setiap terangnya hingga gelapnya. Bangunnya dan juga tidu...