Langsung ke konten utama

A Hope



Jika keyakinan adanya kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini terpatri,
sungguh tidak akan ada ruang bagi kita untuk berhenti berharap



Pernah mendengar suatu kisah tentang empat lilin? Mungkin kisah ini udah familiar sekali. Dalam suatu ruangan sunyi, ada empat buah lilin yang menyala, namun perlahan, sedikit demi sedikit habis meleleh. Karena begitu sunyinya, terdengarlah percakapan antara mereka.

Lilin yang pertama berkata “Aku adalah DAMAI.” “Namun manusia tak lagi mampu menjagaku, maka lebih baik aku mematikan saja diriku..”. Demikian, sedikit demi sedikit sang lilin pun padam.
Tersisalah tiga lilin yang masih menyala.

Kemudian berkatalah lilin yang kedua, “Aku adalah IMAN.” “Namun sayang, manusia tak mau mengenaliku.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya.
Tersisalah dua lilin yang masih menyala.

Kemudian berkatalah lilin yang ketiga, “Aku adalah CINTA.” “Tak mampu lagi aku tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapku berguna. Mereka justru saling membenci satu sama lain.” Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah lilin ketiga.
Dan akhirnya, tersisalah satu lilin yang masih menyala.

Kemudian, ada seorang anak kecil masuk ke dalam ruangan itu. Melihat ketiga lilin yang padam, menangislah ia tersedu sedu.
Mendengar tangisan itu, berkatalah satu lilin yang masih menyala di tengah kegelapan itu, “Jangan takut, janganlah menangis, selama aku masih ada dan menyala, kita tetap dapat selalu menyalakan ketiga lilin lainnya.” “Aku adalah HARAPAN.” Dan akhirnya, dengan mata berbinar, sang anak mengambil lilin Harapan itu dan menghidupkan kembali ketiga lilin lainnya.

Sebuah cerita klasik bukan? Dari kisah singkat itu, ternyata bisa mengajarkan kita sebuah pelajaran hidup yang sangat berharga, yaitu tentang “HARAPAN”.
Benar memang, jika ada yang mengatakan. Manusia yang hidup tanpa harapan adalah manusia mati. Bagaimana tidak, karena dengan harapan itulah manusia bisa terus maju walaupun berbagai cobaan dan kegagalan yang menghampiri. Ibarat api yang menyala, udara adalah harapan yang terus menjadikannya tetap menyala.

Bicara tentang kehidupan, tentu sangatlah kompleks, dan yang namanya “usaha” dan “kegagalan”, pun telah termasuk di dalamnya. Kemudian, bagaimanakah kita harus menyikapinya? Yang perlu kita ingat dalam berusaha, bahwa Allah SWT. tidak mengharuskan kita untuk berhasil. Sekali lagi, Allah tidak mengharuskan kita untuk berhasil. Tapi bagaimana kita mengusahakan sekuat tenaga kita. Itu yang pertama. Kemudian yang kedua, dalam kita berusaha sangat tidak diperkenankan untuk berputus asa. Sebagaimana yang disampaikan dalam firmanNya,

“Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”
(QS. Yusuf : 87)


Kedua hal itu yang harus senantiasa kita ingat. Maka Saudaraku, janganlah engkau berhenti berharap dalam berusaha. Hadirkan selalu harapan – harapan dalam setiap usaha kita, sampai detik terakhir. Pergantian waktu senantisa memberi nasihat, bahwa harapan masih ada jika nafas dan kesadaran masih ada.

 Meskipun mungkin ada sebagian orang yang mengatakan “tidak mungkin”, sebagian lagi mengatakan “tidak bisa”, tetap teruslah berusaha dan berdoa. Sekuat dan semampu kita. Dan kemanakah kita harus meletakkan pengharapan tertinggi itu? Tentu, kepada Dzat Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, yaitu ALLAH SWT.

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran
(QS. Al Baqarah : 186)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Rasa

Ada hal yang berbeda. Tak biasa. Saat itu juga, bermula perjalanan rasa. Siapa yang mengira, dengan mengenalmu, mampu memunculkan rasa. Mungkin suka. Jika dengan itu, jelas mengapa jantung terpacu saat bertemu. Mungkin juga cinta. Jika dengannya, menjadi alasan untuk berani berkorban. Ataukah semata nafsu? Hanya memberi belenggu, sementara waktu. Namun, bagaimana bisa hati ini rindu? Bahkan untuk sekian waktu. Sebut sajalah, karena dirimu. Tempat berangkat rasa yang mengikat. *** Karena dirimu, bagiku adalah perlawanan. Mengatakan mungkin akan mengacaukan keadaan. Tak ada pilihan, kecuali memendam perasaan. Membiarkannya mengalir bak air gunung yang menghilir. Laut jadi tujuan, kemarau menjadi ancaman. Karena dirimu, bagiku adalah persiapan. Tak bisa asal-asalan. Karena aku tahu, Ayahmu butuh dasar untuk mengiyakan. Dan Ibumu butuh akhlak jernih nan murni untuk merestui. Persoalan ini tidak mudah. Melelahkan, tapi bukankah putri kerajaan ditakdirkan unt...

Harapan dan Penyesalan

Rasanya aku sudah terlalu akrab dengan apa yang kita sebut sebagai "penyesalan". Sampai-sampai aku sudah tidak bisa lagi memunculkan harapan, hanya karena takut menyesal. Iya. Harapan. Sebelumnya aku berpikir, bahwa sumber dari penyesalan adalah harapan. Maka kalau tidak mau menyesal ya jangan berharap. Sampai akhirnya, aku baru menyadari. Bahwa tidak berharap, justru membuatku tetap menyesal pada akhirnya. Bahkan penyesalannya lebih besar. Bagaimana bisa? Aku coba kenali kembali seluruh skenario penyesalan yang pernah terjadi di dalam hidupku sampai detik ini. Skenario terbanyak mungkin seperti ini : ketika aku menginginkan suatu hal, tapi kenyataannya aku tidak pernah melakukan sedikit pun usaha untuk itu. Seknario lain : ketika aku memiliki keinginan, kemudian aku melakukan, tapi nyatanya apa yang aku lakukan adalah salah atau kurang tepat. Sehingga hasil yang aku peroleh tak sesuai dengan harapan. Dua skenario penyesalan tersebut yang aku rasa ada dalam kehi...