Langsung ke konten utama

“Harapan Bangsa”



4 November 2013                                 
 
            Hari ini jadwal Field Lab 2012. FL kelompok kali ini, berbeda dengan yang lain. Mengapa? Karena ketika yang lain sudah selesai FLnya, kita malah belum berangkat, haha. Iya, kelompok kita berangkat siang, jam 2. Puskesmas Ngemplak, Boyolali menjadwalkan kami untuk melakukan penyuluhan di desa, dan itu memang terjadwal siang. Lucu sekali memang, saat yang lain sudah bisa tidur siang melepas lelah, kita harus berangkat panas – panas. Mengeluh? Tidak :D
 
            Terlepas dari itu, hari ini sangat berkesan bagi kami. Setiba di puskesmas jam 2, kita langsung diarahkan untuk menuju posyandu di salah satu desa Boyolali. Dan akhirnya pun, kita sampai di tempat. Sambutan hangat melayang kepada kami dari para ibu kader – kader desa. Senyuman tulus tampak dari raut wajah mereka. Sungguh, sangat menenangkan.

            Di dalam kesederhanaan, dengan rumah kecil berdinding kayu, kami berkumpul bersama para ibu kader desa. Saat itu, berjumlah sekitar 20 orang. Tidak banyak, tapi tidak juga sedikit. Dimulai dengan pembukaan dari ibu kader desa, dilanjutkan sambutan pihak puskesmas Ngemplak, dan akhirnya waktunya untuk penyuluhan. Di situ, kami sedikit berbagi ilmu yang kami punya. Nyatanya, kami juga belajar banyak dari mereka, para ibu kader desa.

            Kalau boleh mengibaratkan dengan sebuah kata, maka yang pantas keluar untuk menggambarkan mereka, adalah kata – kata “pahlawan”. Pahlawan tentu bukan sekedar mereka yang bersenjatakan pistol, kemudian bertempur dalam medan peperangan. Tapi pahlawan, adalah mereka yang mau mencurahkan sedikit banyak apa yang mereka punya untuk kepentingan orang banyak. Yap, saya pikir, mereka para kader desa patut mendapatkan penghargaan lebih. Karena niat dan ketulusan mereka untuk membantu sesama. Saya yakin, mereka pasti banyak berkorban. Mulai dari waktu, hingga tenaga. Maka, pantaslah, mereka mendapat penghargaan lebih dari yang lain. Dan tetap, mereka mendapatkan hal itu, bukan dari manusia, lebih dari itu, yaitu pahala dari Allah SWT.

            Maka dari mereka, kita patut belajar. Bagaimana mencurahkan segala apa yang kita punya, untuk kepentingan bersama. Bagaimana memupuk sifat kepahlawanan kita sejak dini.  Satu hal yang mereka juga sampaikan baik secara lisan maupun tersirat. Kita lah harapan mereka, sebagai penerus perjuangan ini. Kita lah tumpuan mereka, untuk memajukan masyarakat ini, lebih lebih untuk bangsa ini. Sekali lagi, bukan siapa siapa lagi, tetapi KITA!

            Dari mereka, kita diingatkan. Bahwa medan kita nanti sebagai dokter, adalah masyarakat. Bukan ruang kuliah yang berjajaran buku di dalamnya. Maka setidaknya, biarkanlah ini menjadi pengingat kita. Menjadi pemicu semangat kita, untuk senantiasa menuntut ilmu. Yang mana, dengan ilmu itulah, kita nantinya akan menjadi harapan bangsa ini. Hidup Para Pejuang! :D

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harapan dan Penyesalan

Rasanya aku sudah terlalu akrab dengan apa yang kita sebut sebagai "penyesalan". Sampai-sampai aku sudah tidak bisa lagi memunculkan harapan, hanya karena takut menyesal. Iya. Harapan. Sebelumnya aku berpikir, bahwa sumber dari penyesalan adalah harapan. Maka kalau tidak mau menyesal ya jangan berharap. Sampai akhirnya, aku baru menyadari. Bahwa tidak berharap, justru membuatku tetap menyesal pada akhirnya. Bahkan penyesalannya lebih besar. Bagaimana bisa? Aku coba kenali kembali seluruh skenario penyesalan yang pernah terjadi di dalam hidupku sampai detik ini. Skenario terbanyak mungkin seperti ini : ketika aku menginginkan suatu hal, tapi kenyataannya aku tidak pernah melakukan sedikit pun usaha untuk itu. Seknario lain : ketika aku memiliki keinginan, kemudian aku melakukan, tapi nyatanya apa yang aku lakukan adalah salah atau kurang tepat. Sehingga hasil yang aku peroleh tak sesuai dengan harapan. Dua skenario penyesalan tersebut yang aku rasa ada dalam kehi...

Yang Terbaik

Manusia hidup dengan keinginan. Mereka mempersiapkan segala sesuatu demi mewujudkan apa yang menjadi cita-cita mereka. Sebagian mendapatkan, sebagian tidak. Sebagian merasa gembira dengan perolehannya. Sebagian tidak. Merasa sedih dengan kegagalannya. Manusia memang dituntut untuk menyempurnakan usaha. Karena dengan begitu, kita bisa menjemput takdir Tuhan untuk kita. Genapkan usaha. Kemudian berserah. Rahasia terbesarnya ialah, apa yang menurut kita baik dalam pandangan kacamata manusia, ternyata belum tentu sejatinya baik. Sebaliknya, apa yang buruk menurut manusia, belum tentu sejatinya buruk.  Percayalah. Dengan begitu, semua yang kita hadapi dalam kehidupan ini, akan menjadi bentuk syukur kita kepadaNya. Tidak patut terlalu bergembira atas pemberian dariNya, juga tidak akan bersedih tentang apa yang luput dari keinginan kita. "Aku menjadi paham jika prasangkaku hanya sekedar prasangka. Tidak lebih. Dan kini kutemui, apa-apa yang terbaik itu tidak pernah ada da...