Langsung ke konten utama

23 Tahun dan Mereka

Mengapa memilih menulis? Mungkin sebagian orang memilih cara menulis agar suatu saat apa yang ditulisnya bisa dikenang. Di samping itu, bagi saya sendiri, menulis adalah cara tersendiri untuk menyampaikan hal-hal yang mungkin tidak bisa disampaikan dengan lisan. Termasuk ini.

23 tahun. Angka yang seharusnya menunjukkan suatu buah kedewasaan, kemandirian, kematangan seseorang yang telah demikian lamanya hidup di bumi ini. Terlebih lagi, mestinya sudah dapat berbuat banyak, memberikan manfaat, dan kebahagiaan untuk orang-orang di sekitar, termasuk mereka.

Rasanya masih jauh. Jauh bagiku dari yang demikian. Masih sering merepotkan mereka. Mereka, orang-orang di sekitarku. Masih sering berbuat ‘ulah’ sampai-sampai mereka, yang salah satunya kita sebut teman, merasa terugikan dan ‘ngomel-ngomel’ bahkan sampai marah padaku. Sering berbuat konyol, berbuat ‘pukil’ atau ‘pato’ (istilah yang sepertinya sudah mereka lekatkan kepadaku, haha), akhirnya berujung pada omelan dan marahan.

23 tahun. Genap angka yang semakin menyadarkan aku telah berada sejauh ini. Bukan karena hebatku, tapi jurstru karena ada ‘mereka’, orang-orang di sekitarku, yang kita sebut orang tua, saudara, keluarga, sahabat, dan teman. Mereka yang masih mau berada disampingku dengan sebegitu banyak kekuranganku. Mereka yang tidak bisa aku sebutkan satu per satu. Tapi tanpa mereka, mungkin aku tidak bisa bertahan hingga detik ini.

23 tahun. Semoga semakin menyadarkan diriku akan nikmat dari-Nya. Segala nikmat yang sering kali tangan ini tidak meminta. Betapa kasih dan sayang-Nya, semua nikmat atas kehinaan diri yang sering kali melupakan kewajiban kepada-Nya. Nikmat sehat dan sempat, serta nikmat ‘mereka’ yang aku ingin menjadi bagian kesuksesannya, suatu saat nanti.

Untuk mereka, terima kasih banyak, dari lubuk hati terdalam J


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harga Sebuah Senyuman

Selalu ada hal-hal kecil yang begitu berharga, namun tak ternilai dengan harta. *** Senyuman itu tak berbiaya. Tetapi manfaatnya luar biasa. Memperkaya yang menerima. Tak memiskikankan pemberinya. Saat ini, jadilah aku pekerja, mencari cara untuk meminta senyuman berharga. Teristimewa dari orang-orang sekitar. Menghapus lara serta duka yang melingkar. Menyingkirkan kusut yang memberingsut. Sirna lelah karena masalah. Favorit! Hal itu akan menjadi pekerjaan kesukaanku nantinya. Bagaimana berupaya untuk membuatnya tersenyum. Lepas. Bahagia. Cantik. Orang bilang sebagai senyuman, senyuman yang begitu menenangkan. Memberikan kehangatan meski lisan tak terucapkan. Kelak nanti dalam sejarah cerita, senyuman itu akan selalu mengingatkan, bahwa di baliknya ada perjuangan berharga yang tidak ternilaikan, ada perasaan suci yang berusaha dijaga murni, sebaik-baiknya, selama-lamanya. Senyuman itu. Kelak, harus kujaga. Setiap terangnya hingga gelapnya. Bangunnya dan juga tidu

Segenap Kekurangan

Captured April 6, 2021 Menjalani kehidupan di jenjang yang berbeda membutuhkan penyesuaian. Dalam segala hal. Terlebih bagi seorang pasangan suami istri yang menjalani kehidupan 24 jam Bersama. Seperti halnya pasangan yang lain, sudah tentu masing-masing dari kami memiliki banyak kekurangan. Satu hal yang kupercaya, bahwa Allah SWT. mempertemukan kedua insan dalam bahtera rumah tangga, pasti keduanya dipertemukan untuk saling melengkapi kekurangan-kekurangan itu. Sampai detik ini, dengan segala kekuranganku yang terjaga dengan kelebihan istriku, aku berjanji untuk selalu mencoba menjadi lebih baik dari sebelumnya. Menjadi seorang imam yang baik, seorang sahabat yang peduli, seorang teman yang baik bagi dirinya. Aku berjanji… Ah iya.. foto itu diambil saat piknik di Glamping Jogja. Dengan 2 buah sepeda lipat yang sudah jarang terpakai… :p Mudah-mudahan bisa terpakai lagi dengan latar foto yang berbeda 😊

Berbisik

Banyak lisan yang tak tersampaikan.  Masih banyak tulisan yang tersimpan. Pun dengan perbuatan yang tertahankan. Semua karena perasaan yang telah berdiri tegak di perbatasan. Bukan karena keraguan, hanya waktu yang akan membuktikan. Untuk setiap lisan, tulisan dan perbuatan yang tertuju untukmu, cobalah dengarkan bisikku. *** Ssssst! Teruslah memperbaiki diri. Itu pintaku padamu. Mengapa? Karena begitulah seharusnya. Biarkan yang memilikimu seutuhnya yang menentukan. Aku bukan Tuhan. Tak bisa seenakku, menentukan dirimu untukku, meskipun sebegitu besar keinginanku. Kelak Tuhan pasti akan memberikan padamu seseorang yang tepat.  Bukankah Tuhan Maha Mengetahui? Termasuk yang terbaik untuk dirimu kan? Kau tau, sering kali kuberpikir, betapa diriku masih tak pantas untuk bersanding denganmu. Banyak kekurangan dan kelemahanku yang tak kau ketahui. Kita belajar meletakkan pengharapan kepada Tuhan, bukan kepada selainnya. Lihatlah, tidak akan ada kekecewaan nantinya. Ka