Langsung ke konten utama

Langit Malam

Waktu yang berjalan sepertinya banyak membuatku lupa bagaimana caranya menikmati malam. Sudah lama aku tidak benar-benar merasakan dan benar-benar menanti datangnya malam. Tidak seperti dulu tepatnya. Menanti malam, dan saat ia datang, aku menikmatinya.
Kala malam, sesekali aku dengan sengaja memerhatikan langit. Mencoba memikirkan apa yang ada di atas sana, sejauh mata memandang. Termenung dengan sejuta pertanyaan. Apa itu, bagaimana dia di sana, ada apa di sana, bagaimana mungkin benda itu terang sedang yang lain tidak.
Guruku bilang, namanya bintang. Ia terang dengan cahayanya sendiri. Aku suka memandang bintang. Ia terlihat kecil-kecil dan begitu banyak. Hanya saja aku lupa, apakah benda itu berkerlip? Lebih-lebih saat kecil, aku suka bermain imajinasi. Mencoba menghubungkan garis-garis yang dibentuk bintang-bintang. Kemudian mengibaratkannya sebagai bentuk hewan, mulai dari kepala ikan sampai dengan rusa bahkan singa. Menarik bukan?
Memandang ke arah lain, nampak bulan. Iya, bulan. Guru bilang, benda itu berbeda dengan bintang. Karena ia tidak memiliki sinar. Lantas mengapa ia juga nampak terang? Ternyata karena bulan sedang memantulkan cahaya-cahaya yang dikeluarkan bintang. Hari demi hari, bulan bisa nampak berbeda. Mulai dari bulan purnama dengan lingkaran penuhnya hingga bentuknya bagaikan sabit. Aku masih teringat dengan perkataan kawan, bahwa wajah bulan adalah seperti ibu yang sedang menggendong anaknya. Aku juga sempat berpikiran seperti itu. Tapi sepertinya aku lupa, apakah ia masih serupa saat ini?
Langit bagiku sangat menarik. Entah mengapa, ketika menatap langit, aku lupa dengan kakiku yang menginjak ke bumi. Seakan tubuh melayang menuju ruang kosong nan bebas tidak terhingga. Mampu membuatku melupakan sejenak dengan berbagai permasalahan di sekitar. That’s why I love sky.
Tidak disadari, waktu benar membuatku melupakan rasa-rasa semacam itu?
Aku tidak sabar datangnya malam nanti. Saat aku kembali merasakan perasaan yang serupa dulunya. Mencoba beranjak dari bumi kemudian melayangkan badan menuju indahnya bintang ditemani rembulan. Malam, cepatlah datang. Aku tak sabar menunggumu.

Langit bagiku sangat menarik. Mengingatkan kita akan kuasa Tuhan. Keindahan alam dari Tuhan Yang Maha Indah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Rasa

Ada hal yang berbeda. Tak biasa. Saat itu juga, bermula perjalanan rasa. Siapa yang mengira, dengan mengenalmu, mampu memunculkan rasa. Mungkin suka. Jika dengan itu, jelas mengapa jantung terpacu saat bertemu. Mungkin juga cinta. Jika dengannya, menjadi alasan untuk berani berkorban. Ataukah semata nafsu? Hanya memberi belenggu, sementara waktu. Namun, bagaimana bisa hati ini rindu? Bahkan untuk sekian waktu. Sebut sajalah, karena dirimu. Tempat berangkat rasa yang mengikat. *** Karena dirimu, bagiku adalah perlawanan. Mengatakan mungkin akan mengacaukan keadaan. Tak ada pilihan, kecuali memendam perasaan. Membiarkannya mengalir bak air gunung yang menghilir. Laut jadi tujuan, kemarau menjadi ancaman. Karena dirimu, bagiku adalah persiapan. Tak bisa asal-asalan. Karena aku tahu, Ayahmu butuh dasar untuk mengiyakan. Dan Ibumu butuh akhlak jernih nan murni untuk merestui. Persoalan ini tidak mudah. Melelahkan, tapi bukankah putri kerajaan ditakdirkan unt...

Harapan dan Penyesalan

Rasanya aku sudah terlalu akrab dengan apa yang kita sebut sebagai "penyesalan". Sampai-sampai aku sudah tidak bisa lagi memunculkan harapan, hanya karena takut menyesal. Iya. Harapan. Sebelumnya aku berpikir, bahwa sumber dari penyesalan adalah harapan. Maka kalau tidak mau menyesal ya jangan berharap. Sampai akhirnya, aku baru menyadari. Bahwa tidak berharap, justru membuatku tetap menyesal pada akhirnya. Bahkan penyesalannya lebih besar. Bagaimana bisa? Aku coba kenali kembali seluruh skenario penyesalan yang pernah terjadi di dalam hidupku sampai detik ini. Skenario terbanyak mungkin seperti ini : ketika aku menginginkan suatu hal, tapi kenyataannya aku tidak pernah melakukan sedikit pun usaha untuk itu. Seknario lain : ketika aku memiliki keinginan, kemudian aku melakukan, tapi nyatanya apa yang aku lakukan adalah salah atau kurang tepat. Sehingga hasil yang aku peroleh tak sesuai dengan harapan. Dua skenario penyesalan tersebut yang aku rasa ada dalam kehi...

A Hope

Jika keyakinan adanya kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini terpatri, sungguh tidak akan ada ruang bagi kita untuk berhenti berharap Pernah mendengar suatu kisah tentang empat lilin? Mungkin kisah ini udah familiar sekali. Dalam suatu ruangan sunyi, ada empat buah lilin yang menyala, namun perlahan, sedikit demi sedikit habis meleleh. Karena begitu sunyinya, terdengarlah percakapan antara mereka. Lilin yang pertama berkata “Aku adalah DAMAI.” “Namun manusia tak lagi mampu menjagaku, maka lebih baik aku mematikan saja diriku..”. Demikian, sedikit demi sedikit sang lilin pun padam. Tersisalah tiga lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang kedua, “Aku adalah IMAN.” “Namun sayang, manusia tak mau mengenaliku.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya. Tersisalah dua lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang ketiga, “Aku adalah CINTA.” “Tak mampu lagi aku tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapk...