Langsung ke konten utama

Indonesia Harus Berubah!



“Mencintai Indonesia, itu berati kita harus tau bahwa Indonesia ini adalah milik Allah”
            Sederetan bencana melanda negeri ini di awal tahun. Begitulah fakta berbicara. Gempa Kebumen berkekuatan 6,5 SR, kemudian banjir di ibukota dan kota-kota lain yang melumpuhkan aktivitas, ditambah erupsi gunung Sinabung yang mengakibatkan ratusan orang harus mengungsi, bahkan menewaskan beberapa orang. 13 Februari 2014, erupsi gunung Kelud terjadi. Berdampak kepada kota – kota di Indonesia dengan hujan abunya. Sehari setelah itu, gempa Bantul berkekuatan 3,6 SR menyusul. Pertanyaannya, tidakkah itu cukup? Tidakkah masih ada ruang kesadaran di hati kita? Atau mungkin harus ada lagi bencana yang lebih besar untuk membuat kita sadar?
            Indonesia harus berubah.
            Jangan terburu – buru menanyakan ‘mengapa’ dan ‘bagaimana’ kepada orang lain. Intropeksi diri sudah jadi langkah keharusan pertama yang dilakukan. Seberapa sering kita melupakan Allah? Seberapa sering kita sengaja meninggalkan perintah Allah? Seberapa sering kita menghalalkan sesuatu barang haram di hadapan Allah?
            Maraknya wabah ‘goyang berjamaah’ mulai dari yang tua hingga anak kecil, fenomena berpacaran di kalangan pemuda yang semakin menjadi – jadi, perayaan hari valentine, tayangan – tayangan televise yang penuh dengan aura seksualitas, gaya berpakaian dengan pembukaan aurat dimana - mana, mengambil hak orang lain seperti halnya korupsi, mungkin menjadi sebagian kecil dari teguran Allah terhadap kelalaian kita.
            Kalaupun kita ingin keberkahan yang justru sebaliknya terjadi di negeri ini, bukan rentetan bencana, maka sadarlah! Dan berubahlah! Kembali kepada agama Allah. Entah tidak bisa terbayangkan bencana apalagi apabila kita menolak untuk berubah.
Saudaraku…
Jika kita mencintai diri kita sendiri, mencintai keluarga kita, orang – orang di sekitar kita, juga negeri ini, maka satu hal yang harus kita ingat, kembalilah kepada agama Allah.


Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.
(QS. Al Araf : 96)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Hope

Jika keyakinan adanya kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini terpatri, sungguh tidak akan ada ruang bagi kita untuk berhenti berharap Pernah mendengar suatu kisah tentang empat lilin? Mungkin kisah ini udah familiar sekali. Dalam suatu ruangan sunyi, ada empat buah lilin yang menyala, namun perlahan, sedikit demi sedikit habis meleleh. Karena begitu sunyinya, terdengarlah percakapan antara mereka. Lilin yang pertama berkata “Aku adalah DAMAI.” “Namun manusia tak lagi mampu menjagaku, maka lebih baik aku mematikan saja diriku..”. Demikian, sedikit demi sedikit sang lilin pun padam. Tersisalah tiga lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang kedua, “Aku adalah IMAN.” “Namun sayang, manusia tak mau mengenaliku.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya. Tersisalah dua lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang ketiga, “Aku adalah CINTA.” “Tak mampu lagi aku tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapk...

Tanam dan Tuai

Apa yang kamu tanam, itulah yang kamu tuai.                           Pepatah tua telah mengajarkan kita akan pelajaran kehidupan.   Ibaratnya seorang petani yang menanam padi, tentu akan menuai padi pada akhirnya. Tidak mungkin menuai mangga, jambu ataupun yang lain. Kebaikan dan keburukan pun berlaku seperti itu.             Seorang pernah berujar, bahwa dunia ini tidak adil. Mengapa? Ia mengatakan, orang-orang baik, yang memiliki akhlak yang bagus, mulia dan terpuji justru tidak merasakan kebaikan yang ditanamnya. Ia berpandangan begitu dengan melihat orang-orang miskin di sekitarnya. Lantas dibandingkan dengan orang-orang kaya raya, justru merasakan kebaikan dunia ini dengan kemewahannya, padahal mereka sendiri memiliki akhlak yang buruk, eogis, lupa sholat, dan lainnya. Lalu? Bagaimana dengan konsep...

Harga Sebuah Senyuman

Selalu ada hal-hal kecil yang begitu berharga, namun tak ternilai dengan harta. *** Senyuman itu tak berbiaya. Tetapi manfaatnya luar biasa. Memperkaya yang menerima. Tak memiskikankan pemberinya. Saat ini, jadilah aku pekerja, mencari cara untuk meminta senyuman berharga. Teristimewa dari orang-orang sekitar. Menghapus lara serta duka yang melingkar. Menyingkirkan kusut yang memberingsut. Sirna lelah karena masalah. Favorit! Hal itu akan menjadi pekerjaan kesukaanku nantinya. Bagaimana berupaya untuk membuatnya tersenyum. Lepas. Bahagia. Cantik. Orang bilang sebagai senyuman, senyuman yang begitu menenangkan. Memberikan kehangatan meski lisan tak terucapkan. Kelak nanti dalam sejarah cerita, senyuman itu akan selalu mengingatkan, bahwa di baliknya ada perjuangan berharga yang tidak ternilaikan, ada perasaan suci yang berusaha dijaga murni, sebaik-baiknya, selama-lamanya. Senyuman itu. Kelak, harus kujaga. Setiap terangnya hingga gelapnya. Bangunnya dan juga tidu...