Langsung ke konten utama

Jeritan Hati

Kepada hati ini yang tak mampu menangis

Mengapa?
Satu pertanyaan yang ingin sekali aku tahu jawabannya. Pertanyaan ini yang senantiasa menderu dalam jiwa. Mengingang dalam pikiran. Menyelip dalam setiap ketenangan.

Sekali lagi, mengapa?

Engkau tahu hati, aku ingin menangis. Tapi mengapa?
Mengapa tak kau biarkan aku menangis?
Apa engkau sudah lupa caranya untuk menangis?
Apa engkau memang tak mengijinkan aku menangis?

Kalau kau menganggap menangis adalah suatu kelemahan, aku sedikit untuk setuju. Karena tidak untuk hal ini. Tidak dimata manusia. Menangis adalah hal yang manusiawi bukan? Toh setiap manusia yang terlahir pasti menangis.
Tapi mengapa kali ini kau persulit aku untuk menangis?

Kalau kau tetap bersikeras dengan pendapatmu itu, baiklah.
Aku memang lemah, sangat lemah. Selemah – lemahnya, terhadap Dzat Yang Maha Kuat.
Engkau tahu kan aku ingin sekali menangis, iya kan?

Dan dalam hal ini, aku memanglah seorang pencemburu. Aku cemburu kepada mereka yang mudah sekali menangis. Air matanya yang segenap membasahi lesung pipinya, dagunya, bahkan sajadahnya.

Iya, bahkan sajadahnya.

Kau tahu hati, kau salah. Mereka itu orang – orang kuat. Bagaimana tidak, mereka bisa mengalahkan segala pikiran, hati, serta nafsu mereka terhadap dunia ini, lantas mendekat kepada Ilahi. Rasulullah, para sahabat, ataupun entah siapa lagi, yang mereka menangis manakala mereka bersujud, kala mereka bersimpuh, mereka menengadahkan tangan mereka, dan kemudian menangis, maka aku cemburu kepada mereka. Titik!

Tidakkah engkau tahu hati...
Air mata inilah yang nantinya akan menyelamatkanmu dari kerasnya siksaan di hari pemabalasan nanti. Air mata inilah yang mungkin bisa menjadi saksi, saat ditanya kecintaanmu terhadap dunia ini, biarkan air mata ini yang menjawab. Bahwa dalam setiap helaan nafas ini, engkau merindukan pertemuan denganNya. Bahwa dalam setiap sujud ini, engkau senantiasa mengharapkan ridhoNya. Tidak sekedar ingin menukarkan kebahagiaan sejati dengan kebahagiaan duniawi ini yang begitu kecil.

Tidakkah engkau lapar dan haus hati?

Boleh jadi manisnya iman belum terkecap. Nikmatnya amal belum terasa. Dan boleh jadi, itu karena terlalu banyak kesalahan dan dosa yang ada. Terlalu banyak. Sangat banyak.
Tidakkah ini seharusnya mudah membuatmu menangis, wahai hati?
Sadarlah…bangunlah…

Mungkin kini saatnya engkau menyadari sebetul – betulnya...
Bahwa dunia ini bukanlah segalanya. Bukanlah dunia ini yang engkau cari semata. Masih ada yang perlu engkau persiapkan untuk hari kelak, hari yang kekal, dimana mereka yang telah mempersiapkannya dengan pembekalan mereka di dunia, akan mendapat kebahagiaan hakiki. Dan pembekalan terbaik itu, tidak lain dan tidak bukan, adalah keimanan, juga amal ibadah.

Mengertilah engkau hati?
Kalau begitu, kini tiba saatnya engkau biarkan aku menangis...


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wanita Beruntung

Kau tau siapa wanita paling beruntung di dunia ini? Itu adalah kamu. Tapi jika kamu mau bersamaku. *** Aku bukan lelaki yang kaya atau tajir seperti yang lainnya. Menyesal? Jangan salah. Aku percaya, soal rezeki sudah ada yang mengatur. Apa yang sudah ditakdirkan menjadi bagianku, sekecilpun itu tak akan berpindah. Tugasku hanya bekerja keras, seperti yang kulakukan sekarang. Keras dalam usaha, keras dalam berdoa. Toh kamu tau kan, kalau kekayaan itu bukan cuma soal harta. Dan siapa bilang orang kaya materi selalu bahagia? Aku mungkin lelaki yang konyol, sering ngebanyol seperti yang kamu tau tentang aku. Meremehkanku? Jangan salah. Aku juga bisa serius. Cuma perlu saat yang tepat. Kamu saja yang tidak melihatku di saat yang tepat. Aku beri tau ya, dunia ini ‘gak asik’ kalau terlalu serius. Bukannya kamu ingin lebih awet muda? Aku bukan lelaki tampan seperti lainnya. Menghinaku? Terserah. Siapa bilang aku tak bisa tampan? Mudah saja. Hanya butuh salon dan baju necis ...

Harapan dan Penyesalan

Rasanya aku sudah terlalu akrab dengan apa yang kita sebut sebagai "penyesalan". Sampai-sampai aku sudah tidak bisa lagi memunculkan harapan, hanya karena takut menyesal. Iya. Harapan. Sebelumnya aku berpikir, bahwa sumber dari penyesalan adalah harapan. Maka kalau tidak mau menyesal ya jangan berharap. Sampai akhirnya, aku baru menyadari. Bahwa tidak berharap, justru membuatku tetap menyesal pada akhirnya. Bahkan penyesalannya lebih besar. Bagaimana bisa? Aku coba kenali kembali seluruh skenario penyesalan yang pernah terjadi di dalam hidupku sampai detik ini. Skenario terbanyak mungkin seperti ini : ketika aku menginginkan suatu hal, tapi kenyataannya aku tidak pernah melakukan sedikit pun usaha untuk itu. Seknario lain : ketika aku memiliki keinginan, kemudian aku melakukan, tapi nyatanya apa yang aku lakukan adalah salah atau kurang tepat. Sehingga hasil yang aku peroleh tak sesuai dengan harapan. Dua skenario penyesalan tersebut yang aku rasa ada dalam kehi...