Langsung ke konten utama

Ketenangan Hati

Apa yang ingin Anda miliki di kehidupan ini? Harta? Jabatan tinggi? Popularitas? Rumah mewah? Lantas sejatinya, di balik semua itu, adakah sesuatu yang ingin Anda miliki setelahnya?

Betapa banyak orang dengan uang yang begitu banyak, harta yang berlimpah ruah, rumah mewah, namun pada hakikatnya dia tidak mendapatkan apa-apa. Betapa banyak orang yang dengan uangnya yang banyak namun tidak dapat memiliki ketenangan dalam hidupnya karena selalu khawatir kehilangan uangnya. Pun sama dengan orang-orang lainnya yang mengira bahwa dengan hartanya yang ia miliki, dengan pangkatnya yang ia miliki, itu akan memberikan ketenangan dalam dirinya.

Benar. Ini soal ketenangan batin. Sesuatu yang mungkin sering dilupakan orang. Saya ambil contoh. Manakah yang Anda pilih dari dua keadaan berikut. Orang dengan popularitasnya yang tinggi namun tidak merasakan ketenangan dalam hidupnya karena selalu tersibukkan dengan urusan-urusan pekerjaannya. Kemudian, dengan orang yang mungkin tidak banyak yang mengenalnya tetapi dalam hatinya ia merasakan ketenangan. Mana yang Anda pilih?

Tidakkah ketenangan batin itu menjadi sebuah hal yang berharga?

Banyak orang mencari berbagai cara agar mampu mendapatkan ketenangan hati. Mensyaratkan sesuatu hal materiil untuk memperoleh ketenangan. Tetapi yang mereka dapatkan ternyata hanyalah ketenangan yang begitu sesaat. Lebih-lebih lagi, sebagian dari mereka yang terbutakan mata hatinya sehingga melakukan hal-hal yang dilarang dengan dalih untuk memperoleh ketenangan. Apakah mereka mendapatkannya? Tegasnya tidak, bahkan yang muncul ialah kegelisahan tak berujung.
Setiap manusia, sejatinya mampu memperoleh ketenangan yang hakiki. Tidak perlu mensyaratkan hal-hal materiil untuk mendapatkannya. Bagaimana? Maka lihatlah mereka orang-orang yang beriman. Bagaimana ia mengeja kehidupannya dengan ketenangan. Mengecap ketenangan apapun kondisi yang dialaminya. Itulah sebuah kenikmatan yang Allah berikan kepada orang beriman. Bagi mereka yang beriman, seperti yang Allah firmankan, cukup dengan ia melihat apa yang ada pada dirinya, ia sudah mampu mendapatkan ketenangan. Karena dengan melihat pada dirinya sendiri, ia teringat kepada-Nya.


“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS. Ar-Rad: 28)”


Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Hope

Jika keyakinan adanya kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini terpatri, sungguh tidak akan ada ruang bagi kita untuk berhenti berharap Pernah mendengar suatu kisah tentang empat lilin? Mungkin kisah ini udah familiar sekali. Dalam suatu ruangan sunyi, ada empat buah lilin yang menyala, namun perlahan, sedikit demi sedikit habis meleleh. Karena begitu sunyinya, terdengarlah percakapan antara mereka. Lilin yang pertama berkata “Aku adalah DAMAI.” “Namun manusia tak lagi mampu menjagaku, maka lebih baik aku mematikan saja diriku..”. Demikian, sedikit demi sedikit sang lilin pun padam. Tersisalah tiga lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang kedua, “Aku adalah IMAN.” “Namun sayang, manusia tak mau mengenaliku.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya. Tersisalah dua lilin yang masih menyala. Kemudian berkatalah lilin yang ketiga, “Aku adalah CINTA.” “Tak mampu lagi aku tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapk

Tanam dan Tuai

Apa yang kamu tanam, itulah yang kamu tuai.                           Pepatah tua telah mengajarkan kita akan pelajaran kehidupan.   Ibaratnya seorang petani yang menanam padi, tentu akan menuai padi pada akhirnya. Tidak mungkin menuai mangga, jambu ataupun yang lain. Kebaikan dan keburukan pun berlaku seperti itu.             Seorang pernah berujar, bahwa dunia ini tidak adil. Mengapa? Ia mengatakan, orang-orang baik, yang memiliki akhlak yang bagus, mulia dan terpuji justru tidak merasakan kebaikan yang ditanamnya. Ia berpandangan begitu dengan melihat orang-orang miskin di sekitarnya. Lantas dibandingkan dengan orang-orang kaya raya, justru merasakan kebaikan dunia ini dengan kemewahannya, padahal mereka sendiri memiliki akhlak yang buruk, eogis, lupa sholat, dan lainnya. Lalu? Bagaimana dengan konsep tanam dan tuai?             Sejenak kita mengingat kepada apa yang disampaikan oleh pemilik dunia ini dan seisinya. “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat

Harga Sebuah Senyuman

Selalu ada hal-hal kecil yang begitu berharga, namun tak ternilai dengan harta. *** Senyuman itu tak berbiaya. Tetapi manfaatnya luar biasa. Memperkaya yang menerima. Tak memiskikankan pemberinya. Saat ini, jadilah aku pekerja, mencari cara untuk meminta senyuman berharga. Teristimewa dari orang-orang sekitar. Menghapus lara serta duka yang melingkar. Menyingkirkan kusut yang memberingsut. Sirna lelah karena masalah. Favorit! Hal itu akan menjadi pekerjaan kesukaanku nantinya. Bagaimana berupaya untuk membuatnya tersenyum. Lepas. Bahagia. Cantik. Orang bilang sebagai senyuman, senyuman yang begitu menenangkan. Memberikan kehangatan meski lisan tak terucapkan. Kelak nanti dalam sejarah cerita, senyuman itu akan selalu mengingatkan, bahwa di baliknya ada perjuangan berharga yang tidak ternilaikan, ada perasaan suci yang berusaha dijaga murni, sebaik-baiknya, selama-lamanya. Senyuman itu. Kelak, harus kujaga. Setiap terangnya hingga gelapnya. Bangunnya dan juga tidu